ICW: Kartu Prakerja Tak Untungkan Peserta, Hanya Pemborosan Anggaran
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pelaksanaan Kartu Prakerja sebagai pemborosan anggaran pemerintah. Peneliti ICW Almas Sjafrina mengatakan, hal tersebut salah satunya karena Kartu Prakerja lebih menguntungkan berbagai lembaga penyedia pelatihan ketimbang para pesertanya.
Pasalnya, berbagai lembaga pelatihan tersebut mendapat keuntungan per peserta yang mengikuti sesi webinar secara daring (online). Padahal, lembaga penyedia pelatihan tersebut bisa saja hanya membuat satu webinar untuk satu jenis pelatihan.
"Usaha yang dikeluarkan oleh lembaga penyedia pelatihan itu tetap sama, berapapun jumlah pesertanya, kecuali ada mentoring," kata Almas dalam webinar yang digelar Indonesia Corruption Watch, Senin (27/4).
Lebih lanjut, Almas menyoroti berbagai pelatihan yang disediakan oleh lembaga penyedia Kartu Prakerja yang menurutnya tak jauh berbeda dengan video yang ada di YouTube.
(Baca: Pegiat Pendidikan Ragu Pelatihan Kartu Prakerja Efektif)
Padahal, pelatihan yang diberikan oleh lembaga penyedia Kartu Prakerja tersebut berbayar. Sementara, video yang ada di YouTube dapat disaksikan secara gratis.
"Misalnya pelatihan membuat boba milk tea, nilainya cukup mahal Rp 400 ribu. Padahal video belajar membuat boba milk tea itu sudah banyak di YouTube," kata Almas.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah penambahan anggaran kartu Prakerja yang cukup besar dibandingkan program bantuan sosial lainnya. Padahal, Almas menilai bantuan sosial lebih dibutuhkan masyarakat selama ada pandemi corona.
Almas menyampaikan, anggaran Kartu Prakerja naik dua kali lipat dari 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Setiap peserta Kartu Prakerja akan mendapatkan manfaat sebesar Rp 3,55 juta per orang.
(Baca: KPPU Dalami Dugaan Mitra Kartu Prakerja Ditunjuk Langsung Pemerintah)
Sebanyak Rp 1 juta akan dibayarkan untuk biaya pelatihan. Kemudian, pemerintah akan memberikan Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan sebagai uang saku untuk peserta. Pemerintah pun akan memberikan uang sebesar Rp 400 ribu sebagai fasilitas survei kerja.
Adapun, anggaran Program Keluarga Harapan (PKH) hanya dinaikkan sebesar 25% dari Rp 29,13 triliun menjadi Rp 37,4 triliun. "Ini semakin buat kami bertanya efektifkah anggaran Kartu Prakerja, padahal anggaran bantuan sosial untuk masyarakat terdampak Covid-19 yang lain itu tidak naik secara signifikan," kata Almas.
Atas dasar itu, ICW meminta pemerintah menunda sembari mengkaji ulang Kartu Prakerja. Menurut Almas, program Kartu Prakerja sebenarnya baik, namun perlu disesuaikan kembali agar tepat sasaran.
Selain itu, pemerintah perlu memprioritaskan ulang anggaran Kartu Prakerja untuk program bantuan sosial lain yang lebih mendesak. "Misalnya bansos kepada yang terdampak Covid-19 dan untuk alat-alat kesehatan bagi tenaga medis," kata dia.
(Baca: Jadi Polemik, Pemerintah Bantah Tunjuk Langsung Mitra Kartu Prakerja)