Mengurai Permasalahan Penanganan Covid-19 di Papua

Sorta Tobing
14 Juli 2020, 13:08
kasus corona di papua, pandemi corona, covid-19, jokowi
ANTARA FOTO/Gusti Tanati/wsj.
Ilustrasi. Papua menjadi salah satu dari delapan provinsi yang mengalami lonjakan jumlah kasus positif Covid-19.

Pemicu penyebaran Covid-19 di lingkungan tenaga medis adalah  pasien yang tidak jujur soal riwayat perjalanannya. Pemicu lainnya ialah keterbatasan alat pelindung diri (APD) selama melayani pasien Covid-19.

RSUD Jayapura sedang berupaya mendatangkan 120 tenaga kesehatan untuk membantu penanganan Covid-19, terdiri dari 20 orang dokter umum, 55 orang perawat, 20 orang bidan, 20 orang analis, dan 5 orang ahli gizi.

Peliknya penanganan Covid-19 juga dikarenakan kurangnya fasilitas kesehatan. Sejak pertengahan Mei lalu, 16 rumah sakit yang ditunjuk sebagai rujukan pasien Covid-19 kewalahan akibat penambahan kasus positif yang terus terjadi. Selain itu, Papua hanya punya dua ruang isolasi yang memenuhi standar WHO. 

“Ruang isolasi kita di rumah sakit yang memenuhi syarat hanya dua, yang lain tidak memenuhi syarat, tetapi suka tidak suka kita harus merawat pasien corona maupun PDP,” kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Papua Silwanus Sumule, dikutip dari situs Pemprov Papua.

(Baca: Jokowi Kaji Sanksi Kerja Sosial Bagi Pelanggar Protokol Kesehatan)

Terhadang Stigma dan Kondisi Geografis

Transmisi penyebaran Covid-19 di Papua telah mencapai 17 kabupaten. Beberapa kabupaten tersebut berada di wilayah pegunungan yang sulit dijangkau. Lima kabupaten di kawasan pegunungan, yakni Lanny Jaya, Tolikara, Memberano Tengah, dan Yalimo, bergantung pada pusat pelayanan kesehatan di Kabupaten Jayawijaya.

Padahal, wilayah tersebut dikelilingi pegunungan yang sulit dijangkau. Wilayah Nduga juga mengalami permasalahan kondisi geografis yang serupa. Sebanyak 11 distrik di Nduga sulit dijangkau karena hanya bisa ditembus via transportasi udara. Hanya ada dua distrik di wilayah itu yang bisa dijangkau via darat. Kesulitan ini berimbas pada membengkaknya biaya penanganan kesehatan di Papua.

Hasmi menyebut, selain sulit dijangkau tenaga medis, masih ada penolakan ketika pasien dinyatakan positif Covid-19. “Petugas [medis] kesulitan karena ketika penduduk akan dikarantina atau dinyatakan sebagai penderita Covid-19, mereka keberatan, dan jika mereka dikarantina akan meminta denda,” ujarnya.

(Baca: Target PCR Belum Tercapai, Gugus Tugas Tetap Bakal Gelar Rapid Test)

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nduga Innah Giwjangge mengatakan penolakan warga terjadi karena adanya stigma bahwa Covid-19 adalah penyakit kutukan. Sebagian masyarakat Nduga juga merasa kebal terhadap virus Covid-19. Rasa aman palsu ini timbul karena anggapan fisik masyarakat Papua yang kuat dan dipercaya mampu menangkal Covid-19.

Wilayah pegunungan tengah Papua tidak hanya berjuang menekan penyebaran Covid-19 saja. Para  tenaga medis juga berjibaku dengan penanganan penyakit yang banyak diderita masyarakat, seperti tuberculosis (TBC), malaria, dan HIV/AIDS.

Penulis: Muhamad Arfan Septiawan (magang)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...