DPR & Buruh Bentuk Tim Perumus, Pasal Omnibus Law Masih Banyak Masalah

Sorta Tobing
19 Agustus 2020, 14:14
omnibus law, ruu cipta kerja, serikat pekerja, dpt, uu ketenagakerjaan, ruu ciptaker
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Realisasi investasi Indonesia pada 2019 sebesar Rp 809,6 triliun. Angka ini melampaui target yang sebesar Rp 792 triliun. Selama lima tahun terakhir, realisasi investasi Indonesia naik hingga 48,4% dari realisasi 2015 yang sebesar Rp 545,4 triliun.

Jika dibandingkan dengan 2018, realisasi naik 12,24% dari Rp 721,3 triliun, seperti terlihat pada grafik Databoks di bawah ini. Kontribusi terbesar berasal dari penanaman modal asing (PMA) yang sebesar Rp 423,1 triliun, naik 10% dibandingkan tahun sebelumnya Rp 392,7 triliun.

Pemerintah telah rampung membahas kluster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja. Dalam pembahasan itu, tuntutan buruh hanya akan menjadi rekomendasi dan tidak masuk dalam perubahan pasal-pasal.  

Pemerintah akan menyerahkan rekomendasi tuntutan buruh dan daftar inventarisasi masalah kepada DPR. "Seluruh masukan dari tim tripartit ini akan dipergunakan sebagai rumusan penyempurnaan dari Draft RUU Cipta Kerja yang telah disampaikan ke DPR," kata Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah beberapa waktu lalu.

Tim Tripartit yang ikut dalam pembahasan itu terdiri dari pemerintah, unsur pengusaha (Asosiasi Pengusaha Indonesia dan Kamar Dagang Indonesia), serta serikat buruh. Pembahasan itu digelar dalam sembilan kali pertemuan dalam rentang 8 Juli sampai 23 Juli 2020.

Pembahasan yang disepakati oleh ketiga pihak ini hanya terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Serikat buruh yang bergabung dalam tripartit adalah Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI). Adapun dua serikat buruh lainnya yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) keluar dari tim teknis itu.

Pasal Bermasalah RUU Cipta Kerja

Pasal-pasal bermasalah Omnibus Law Cipta Kerja masih jauh dari kata selesai. Penolakannya terus terdengar meskipun Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim pembahasannya telah sampai 75%. Para buruh mengancam akan terus melakukan aksi demonstrasi setiap pekan.

Sejak pemerintahan Joko Widodo mengajukan RUU itu pada 7 Februari 2020 paling tidak ada tiga poin bermasalah soal ketenagakerjaan dalam RUU itu. Pertama, penghapusan libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja. Pada Pasal 79 ayat (2) poin b menyebut istirahat mingguan adalah satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.

Kedua, soal pengupahan. Dalam Pasal 88, melansir Tirto.id, menyebut ada tiga jenis upah minimum, yaitu upah minimum provinsi (UMP), upah minimum padat karya, dan upah minimum usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Pada Pasal 88C tertulis gubernur menentapkan upah minimum sebagai pengaman. Pasal ini membuat banyak pihak khawatir. Pemerintah seolah berupaya menghilangkan upah minimum kabupaten atau kota (UMK). Sebagai informasi, UMP nilainya selalu lebih kecil dari UMK. Contohnya, UMK Karawang sebesar Rp 4,59 juta, sedangkan UMP-nya Rp 1,8 juta.

Poin lainnya yang bermasalah adalah soal jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak. Omnibus law menghapus ketentuan pengaturan pembatasan jangka waktu kontrak kerja. Hal ini membuat pekerja rentan kena pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pengusaha yang dapat menentukan kapan masa berlaku kontraknya berakhir. Nasib tragis lainnya, pekerja dapat berakhir menjadi karyawan kontrak selama masa ia bekerja.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika, Tri Kurnia Yunianto, Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...