Simpang Siur Pasal Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, Ini Faktanya

Ameidyo Daud Nasution
14 Oktober 2020, 21:28
cipta kerja, buruh, omnibus law
ANTARA FOTO/Siswowidodo/hp.
Suasana pekerja di ruang produksi pabrik rokok PT Digjaya Mulia Abadi (DMA) mitra PT HM Sampoerna, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (16/6/2020). Pabrik rokok yang mempekerjakan 890 orang pekerja tersebut beroperasi lagi setelah diliburkan selama sepekan menyusul adanya seorang pekerja yang dinyatakan positif COVID-19.

Pasal 88C tetap mengatur keberadaan upah minimum provinsi (UMP). Dalam ayat (1), Gubernur juga dapat menetapkan upah minimum kabupaten dan kota dengan syarat tertentu dan harus lebih tinggi dari UMP. Adapun ketentuan lebih detail upah minimum akan diatur dalam PP.

Hilangnya jaminan sosial dan kesejahteraan

Dalam Pasal 46A dan 46B ada ketentuan pemberian Jaminan Kehilangan Pekerjaan bagi buruh/pekerja yang terkena PHK selama enam bulan. Sumber pendanaannya berasal dari anggaran pemerintah, rekomposisi program jaminan sosial, serta dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Tenaga Kerja Asing bebas masuk

Dalam Pasal 42, pemberi kerja wajib memiliki rencana penggunaan TKA yang disahkan pemerintah pusat. Namun dalam ayat (2), ketentuan tersebut tak berlaku bagi direksi/komisaris dengan kepemilikan saha tertentu, pegawai diplomatik, dan TKA pada jenis kegiatan produksi darurat, vokasi, startup, penelitian, dan kunjungan bisnis. TKA juga tak boleh menduduki jabatan personalia.

Tak hanya itu dalam Pasal 45, diatur ketentuan agar pemberi kerja TKA wajib menunjuk Warga Negara Indonesia sebagai pendamping untuk alih teknologi dan keahlian. Pemberi kerja juga harus melaksanakan pelatihan bagi tenaga kerja lokal sesuai kualifikasi jabatan TKA. Pekerja asing juga wajib dipulangkan ke negaranya setelah hubungan kerja berakhir.

Status karyawan tetap berubah jadi kontrak

Pengaturan hanya terjadi pada pegawai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) alias pekerja kontrak yakni pada Pasal 56 hingga 59. Bahkan jika pemberi kerja tak memenuhi hal tersebut, pekerja kontrak harus dijadikan pekerja perjanjian kerja waktu tidak tertentu alias pekerja tetap.

Libur hari raya dan ibadah

Seperti UU Nomor 13 Tahun 2003, Pasal 79 UU Cipta Kerja tak menyebut detail mengenai libur hari raya.  Namun dalam ayat (6) Pasal tersebut, ketentuan libur panjang akan diatur lewat PP. Sedangkan dalam Pasal 153, pengusaha dilarang melakukan PHK terhadap pekerjanya dengan alasan menjalankan ibadah.

Kontrak seumur hidup

Dalam Pasal 66 yang mengatur pekerja alih daya, tak disebutkan berapa lama waktu perjanjian kerja mereka. Dalam ayat (1), disebutkan hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan buruh yang dipekerjakannya didasarkan perjanjian tertulis, baik untuk waktu tertentu maupun waktu tidak tertentu. Seperti Pasal-pasal lain, ketentuan lebih detail akan diatur dalam PP.

Larangan protes dan ancaman PHK

Tak ada larangan protes dan demonstrasi buruh dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja. Sesuai Pasal 154A, unjuk rasa tak masuk dalam alasan pemberi kerja melakukan PHK kepada pekerjanya. PHK baru bisa dilakukan jika buruh tak dapat bekerja selama enam bulan akibat ditahan karena tindak pidana.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...