Jawa Timur Prioritaskan Kemitraan Kehutanan Melalui LMDH Rengganis
Proyek Percontohan LMDH Rengganis jadi Bukti Keseriusan
Minggu malam pada hari pertama tahun 2006 itu menjadi malam yang tak terlupakan bagi warga Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Banjir bandang yang datang dalam kegelapan malam itu tak hanya meluluhlantakkan perkampungan-perkampungan di lereng Gunung Argopuro. Pada malam itu, ada 58 orang tewas tergulung banjir.
Banjir itu menyisakan duka, tapi juga membuka mata warga di kaki Pegunungan Hyang Argopuro soal pentingnya menjaga hutan di lereng gunung tersebut. Hutan tak semata jadi sumber penghidupan, tapi juga pelindung mereka.
Masyarakat di lereng Pegunungan Hyang Argopuro telah lama memanfaatkan hutan sebagai sumber penghidupan. Warga Desa Pakis, Kecamatan Panti misalnya, membentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Rengganis . Mereka juga memiliki konsep pengelolaan hutan mandiri dengan sebutan Rimba Sosial.
Dijadikan proyek percontohan oleh Dinas Provinsi Jawa Timur, ternyata LMDH Rengganis telah bermitra dengan Perum Perhutani sejak 2005. Kerja sama tersebut berbentuk Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Lalu dijadikan proyek percontohan sejak dikeluarkannya SK Kulin KK pada April 2019 dengan luas 1.032,29 Ha.
“Sekarang jadi lebih kuat perlindungan untuk mengelola hutan karena sudah dapat pengakuan dari pemerintah,” ucap Ketua LMDH Rengganis Hartono kepada Tim Riset Katadata melalui telpon (6/11). Hartono melihat LMDH Rengganis, yang beranggotakan lebih dari 700 orang ini, dapat dijadikan contoh karena kuatnya kemitraan dengan Perum Perhutani.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan sejumlah kemudahan dan bantuan. Dalam soal keuangan, LMDH Rengganis mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp 17 miliar pada 2017 yang menjadi bekal pengembangan usaha kopi. Selain itu, mereka juga menerima bantuan dari Dinas Perikanan Jawa Timur dalam bentuk bibit ikan lokal.
Tak hanya kopi, setelah mendapatkan SK Perhutanan Sosial, kini LMDH Rengganis dapat membentuk KUPS untuk beberapa komoditas lain seperti durian, nangka, petai, dan alpukat. Mereka pun mendulang keuntungan lumayan dari usaha tersebut. “Kami proses kopi dari panen sampai pengemasan dan distribusikan ke beberapa kabupaten,” kata Hartono.
Untuk melindungi sumber penghasilannya, masyarakat juga membantu mengawasi hutan agar tidak dirusak oleh oknum tidak bertanggung jawab. “Orang-orang sudah takut duluan kalau mau tebang pohon sembarangan, karena tahu sanksinya akan berat,” kata Hartono. Jika ada laporan kerusakan hutan, Hartono tidak segan-segan melaporkannya kepada yang berwajib dan Dinas Kehutanan Jember.
Meski sudah memiliki kepastian hukum, masih terdapat tantangan yang dihadapi para petani LMDH Rengganis. Menurut Hartono, mereka masih mengalami kesulitan mengakses pupuk subsidi yang diberikan pemerintah. “Sekarang ada Perhutanan Sosial dan dapat pengakuan negara, akses terhadap pupuk subsidi seharusnya lebih mudah,” dia berharap.
Tak hanya itu, jarak tanam produksi pun masih mengikuti teknis PHBM dan belum berubah seperti regulasi pada skema Kemitraan Kehutanan. Jarak tanam saat ini masih berkisar 3 meter (lebar) dan 2 meter (panjang), padahal yang ideal adalah bagi skema kemitraan adalah 6 meter kali 2 meter. “Jadi terlalu sempit ruang untuk masyarakat,” dia menjelaskan. Oleh karenanya, Hartono berharap hal ini dapat ditetapkan di Rencana Kerja Tahunan (RKT).