Kata Mutiara Masyarakat Jawa yang Bisa Menjadi Pengingat di Masa Kini

Image title
15 September 2021, 15:24
Kata Mutiara Masyarakat Jawa yang Menjadi Pengingat di Masa Ini
ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko
Ilustrasi anak-anak mempelajari kata mutiara Berbahasa Jawa

Berserah bukan pertanda menyerah, namun sebagai bentuk bersimpuh bahwa ada zat pencipta yang mampu mengabulkan segala harapan.

8. "Pusaka ingkang paling sekti iku dudu tombak, pedang lan keris, pusaka kang paling sekti yaiku dumunung ing jati diri." (Pusaka yang paling sakti bukanlah tombak, pedang atau keris, tapi terletak dalam diri sendiri)

Kata-kata mutiara ini sudah terbukti ampuh dan dipraktekkan dalam perang melawan penjajah. Selama berabad-abad silam para pejuang selalu kalah dalam persenjataan, namun selalu menang karena percaya dengan kemampuan diri sendiri.

Kesaktian yang ada dalam diri menjadi lebih penting dibanding berpangku dan berharap kepada benda mati yang dikendalikan oleh manusia. Oleh karenanya kata mutiara ini menjadi penting sebagai pengingat bahwa perjuangan belum berakhir.

9. "Gusti paring mergi kangge tyang ingkang purun teng merginipun." (Tuhan akan memberikan jalan, bagi mereka yang mengikuti jalan kebenaran)

Setiap kita mengikuti jalan yang telah ditetapkan oleh tuhan, akan selalu tersingkap kebaikan di jalan yang dituju. Oleh karenanya jalan kebenaran yang telah tertera dalam kitab suci harus selalu diikuti. Jangan sesekali menyimpang, karena dapat tersesat dan belum tentu bisa kembali.

10. "Eling lan waspada, sadar lan sabar, setiti lan ngabekti, sumeleh tur sareh." (Ingat dan waspada, sadar dan sabar, hemat dan mengabdi, ikhlas dan tenang)

Pesan ini menjadi sangat mengena di masa pandemi Covid-19 yang hingga kini belum berakhir. Rasa waspada dan hati-hati harus selalu terpatri dalam diri. Tidak boleh lengah sekali pun dan dalam kondisi apapun.

Sadar dan sabar dalam setiap tindakan. Putuskan dengan penuh kesadaran dan lakukan dalam kesabaran. Jangan tergesa-gesa harus selalu teliti dan hati-hati.

Hemat dan mengabdi bahwa di zaman yang serba susah seperti ini penghematan harus dilakukan. Walau hemat sisi kedermawanan tetap harus diamalkan dan itu merupakan bentuk dari pengabdian.

Terakhir, sebagaimana yang disampaikan oleh para leluhur Jawa, haruslah ikhlas dalam segala berbuat. Jangan tertipu oleh hasrat sesaat dan tenang di setiap tindakan.

11. "Manungsa mung ngunduh wohing pakarti." (Di dalam kehidupan, manusia itu sebenarnya hanya akan memetik hasil atas apa yang ia perbuat sendiri)

Barangsiapa yang menanam dia yang akan menuai barangsiapa yang menanam keburukan dia yang akan menuai menuainya juga. Seperti ini penjelasan dari pepatah masyarakat Jawa bahwasanya di dalam kehidupan manusia itu sebenarnya hanya akan memetik hasil atas apa yang ia perbuat sendiri.

Oleh karena itu hati-hati dalam setiap perbuatan jangan berkata seenaknya atau berbuat semaunya. Karena semuanya akan dipetik hasilnya nanti di masa depan. Mungkin saat ini kita hanya bisa melihat apa yang terjadi dan tak bisa memperkirakan apa yang terjadi di masa depan oleh karenanya selalu hati-hati karena apa yang kita perbuat hari ini akan berdampak di masa depan.

12. "Yen kabih wis ginaris nyata, aja nganti ana ati sing rumangsa sengsara narima pacoba." (Jika semua sudah menjadi ketentuan Tuhan, jangan ada lagi hati yang merasa sedih disaat menerima cobaan)

Garis hidup manusia sudah ditetapkan oleh Tuhan jauh sebelum Adam dan hawa diciptakan. Oleh karenanya tidak perlu ada rasa sedih atau rasa senang berlebihan saat mendapatkan cobaan ataupun nikmat yang sifatnya sesaat.

Tidak perlu juga kita menunjukkan nikmat-nikmat yang diberikan tuhan kepada orang lain apalagi kepada mereka yang sedang mengalami kesulitan. Serta pula ketika kita menerima cobaan tidak perlu kita menangis hingga meraung-raung menunjukkan kesedihan atau pun menunjukkan seakan-akan hidup kita paling sengsara. Ingat! semuanya sudah menjadi ketentuan Tuhan tidak ada di dunia ini yang tidak sengaja semuanya diciptakan dalam skenario sang pencipta.

13. "Akeh manungsa ngerasaaken tresna, tapi lali lan ora kenal opo iku hakikate tresna." (Banyak manusia merasakan cinta, namun mereka lupa dan tidak mengenal hakikat cinta sebenarnya)

Rasa cinta sering hinggap kepada manusia apalagi ketika mereka melihat lawan jenis yang menurut sering dianggap menarik, entah karena tampan ataupun cantik semuanya dinilai secara fisik. Namun saat cinta terlalu buta terkadang melupakan cinta yang hakiki yaitu kepada sang pencipta cinta.

Ini menunjukkan rasa sayang tulus bahwasanya kita sebagai manusia hanya diciptakan untuk beribadah saja. Diciptakan sebagai bentuk syukur rasa sayang Tuhan kepada manusia yang diciptakan dengan penuh Suka cita dari segumpal tanah dari hal yang dianggap hina lalu diwujudkan dalam bentuk mulia.

Oleh karenanya semakin besar cinta manusia kepada Tuhan maka semakin besar pula nikmatnya akan diberikan

14. "Sing lunga lalekna, sing durung teko entenana, sing wis ana syukurana." (Yang sudah pergi relakanlah, yang belum datang tunggulah, yang sudah ada syukurilah)

Untuk mendapatkan kebahagiaan sebetulnya dapat diraih dengan cara yang sederhana. Nikmati apa yang dimiliki, relakan apa yang sudah pergi dan tunggu dengan sabar bila belum tiba. Nanti bila sudah waktunya akan Tuhan berikan dalam bentuk terbaik.

Tidal perlu gegabah untuk marah apabila apa yang kita harapkan belum tiba dan sabarlah apabila apa yang kita inginkan belum datang karena nanti akan muncul pada waktunya.

Bisa jadi apa yang apa yang kita mohon dan apa yang kita harapkan bukan yang terbaik untuk kita. Akan diganti Tuhan dengan wujud yang lebih sempurna. Oleh karena sabar dan syukur menjadi kata kunci sakti di masa ini.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...