Ombudsman Minta Penjelasan Anies cs soal Ganti Rugi Rusun Petamburan
Ombudsman Jakarta Raya bakal menindaklanjuti laporan dari warga korban penggusuran proyek rumah susun atau rusun di Petamburan. Mereka mengadukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan karena belum membayar ganti rugi.
Padahal kewajiban pembayaran ganti rugi Rp 4,73 miliar kepada warga korban penggusuran tersebut berdasarkan perintah putusan pengadilan yang berlaku tetap.
Kepala Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan mereka sudah memanggil Biro hukum dan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Pemprov DKI.
"Kami ingin mengetahui persoalan keengganan mereka melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai bagian dari penghormatan Pemprov DKI atas putusan pengadilan," kata Teguh saat dihubungi Katadata.co.id, Jumat (29/10).
Biro hukum tersebut akan berwenang sebagai pengacara Pemprov DKI Jakarta, sedangkan DPRKP sebagai dinas teknis yang bertanggung jawab. Nantinya, Ombudsman juga dapat memanggil pihak lain apabila diperlukan.
Ombudsman memanggil pejabat pemprov DKI Jakarta pada minggu depan. "Kami harus mengirimkan surat dulu ke mereka dan menyiapkan tim pemeriksa," ujar dia.
Pemprov DKI Jakarta sudah mendapatkan penetapan eksekusi dari pengadilan. Awalnya Pemprov DKI juga telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK), tapi sudah ditolak. Fatwa hukum juga sudah menyatakan pemprov harus tetap membayar ganti rugi warga penggusuran.
Warga dari badan komunikasi RW 09, Kelurahan Petamburan pun menggugat Kepala DPRKP DKI melalui gugatan class action. Gugatan tersebut dilayangkan karena mereka belum menerima ganti rugi penggusuran yang dilakukan pemprov DKI pada tahun 1997 yang sekarang menjadi Rusun Petamburan, selain kompensasi unit rusun.
Berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No 377/Pdt/2004/Pt.DKI tanggal 23 Desember 2004 yang diperkuat Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 700/PK/PDT/2014 tanggal 19 Mei 2015, Pemprov DKI Jakarta wajib membayar uang ganti rugi sebesar Rp 4,73 miliar.
Sejak putusan tersebut inkracht pada 2003, warga belum mendapatkan haknya sampai sekarang. Pada 2015, Pemprov DKI berjanji akan memasukan ganti rugi tersebut pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) periode 2016. "Tapi hingga saat ini belum juga terbayarkan," kata Teguh.
Awalnya, alasan yang dipergunakan oleh Pemprov DKI karena adanya upaya hukum PK. Namun, Ombudsman mengatakan walaupun putusan PK dan fatwa hukum yang dimintakan ke Mahkamah Agung memutuskan hal yang sama, Pemprov harus melakukan pembayaran terhadap warga.
Ombudsman menilai, penundaan berlarut dapat mencederai keprcayaan publik terhadap integritas Pemprov DKI Jakarta dalam menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Lembaganya juga khawatir, warga Jakarta akan meniru sikap pengabaian yang sama saat berhadapan dengan Pemprov DKI.
Apalagi, pemberian kompensasi yang berlarut telah menimbulkan kerugian lebih jauh bagi korban. Sebab, ada penurunan nilai uang ganti rugi yang pada 2003 cukup besar. "Dengan tingkat inflasi pertahun, nominal Rp 4,73 miliar tersebut nilainya telah jauh berkurang," ujar dia.