Aturan Pajak dalam UU HKPD Berpotensi Beratkan Masyarakat dan Usaha
Pemerintah dan DPR telah mengesahkan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat Daerah (UU HKPD). Namun, Komite Pemantauan Pelaksaan Otonomi Daerah (KPPOD) menyoroti sejumlah potensi dampak buruk dari aturan tersebut.
Mayoritas aturan yang menjadi sorotan adalah beleid terkait perpajakan seperti kenaikan persentase Pajak Bumi dan Bangunan untuk Pedesaan dan Perkotaan atau PBB-P2.
"KPPOD menemukan adanya potensi dampak ekonomi negatif yang bisa ditimbulkan oleh UU ini," kata Direktur Eksekutif KPPOD Arman Suparman dalam konferensi pers daring, Senin (13/12).
Arman mengatakan, kenaikan persentase PBB-P2 dari 0,3% menjadi 0,5% bisa memberatkan dunia usaha dan masyarakat dalam membeli properti. KPPOD berharap, pemerintah dapat mengklasifikasi tanah dan bangunan untuk lokasi usaha dan non usaha.
Kemudian, penurunan tarif pajak kendaraan bermotor diperkirakan bisa meningkatkan pendapatan di kabupaten/kota. Namun, kebijakan ini dikhawatirkan berdampak negatif pada lingkungan dan bertambahnya kemacetan. "Karena bisa memicu peningkatan pembelian kendaraan bermotor," ujar dia.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk Tenaga Listrik. Pengaturan PBJT ini telah sesuai dengan beberapa poin putusan Mahkamah Konstitusi namun masih memiliki catatan.
Ini lantaran penarikan pajak atas penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri mengindikasikan adanya keterbatasan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur dan penyediaan tenaga listrik mandiri.
“Perlu dipertimbangkan agar tetap memperhatikan keseimbangan dan melihat kontribusi pelaku usaha yang memiliki tenaga listrik yang dihasilkan sendiri terhadap perekonomian daerah," katanya.
Selanjutnya, Pajak Air Permukaan (PAP) khusus usaha di sektor kehutanan atau kegiatan bukan ambil air. Pungutan pajak itu dinilai bisa berdampak ekonomi negatif lantaran dihitung sebagai biaya produksi oleh pengusaha. Selain itu pungutan pajak tersebut bisa berdampak pada harga barang yang diproduksi industri pada sektor kehutanan atau kegiatan bukan ambil air.