Kronologi Proyek Satelit Kemenhan yang Kalah Arbitrase Rp 800 Miliar

Yuliawati
Oleh Yuliawati
13 Januari 2022, 21:22
proyek satelit kemenhan, kemenhan kalah arbitrase
Instagram/@thalesaleniaspaces
Ilustrasi satelit.

Berdasarkan catatan Katadata,  Avanti mengajukan gugatan arbitrase di London International Court of Arbitration pada Agustus 2017. Gugatan dilayangkan karena Kemenhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani.

Mengutip dari situs Spacenews.com, Kementerian Pertahanan RI memiliki kontrak sewa Artemis dari Avanti senilai US$ 30 juta. Namun, Kemenhan baru membayar US$ 13,2 juta dan menyisakan tagihan US$ 16,8 juta.

Menghadapi gugatan arbitrase membuat Kemenhan mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT kepada Kominfo pada 25 Juni 2018.

Selanjutnya,  pada 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada orbit 123 derajat untuk Filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara-A1-A kepada PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK). Namun, PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang ditinggalkan Kemenhan. 

Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase internasional London, Inggris menjatuhkan putusan yang mewajibkan RI membayar sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar Rp 515 miliar.

Kemudian baru-baru ini menyusul kabar RI kalah gugatan arbitrase dari perusahaan satelit Navayo dengan perkara yang sama. Pemerintah wajib membayar sekitar Rp 304 miliar.

Mahfud memperkirakan angka kerugian dari gugatan proyek satelit ini akan bertambah besar karena masih beberapa perusahaan lain meneken kontrak dengan Kemenhan.  Mereka yakni AirBus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. "Jadi banyak sekali nih beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan," kata dia.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...