Pengamat Nilai Dukungan Kepala Desa untuk Jokowi Tiga Periode Sia-sia

Image title
1 April 2022, 17:13
Yunarto Wijaya selaku Direktur Eksekutif Charta Politika
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Yunarto Wijaya selaku Direktur Eksekutif Charta Politika

Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, menilai teriakkan dukungan untuk penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo menjadi tiga periode dalam Silaturahmi Nasional (Silatnas) Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI), hanya sia-sia.

Alasannya, dukungan yang disampaikan kepala desa ini belum tentu mewakili suara para pemilih di desa.

Yunarto pun sangsi jika dukungan tiga periode yang digaungkan mewakili pendapat seluruh kepala desa di bawah naungan APDESI. Sebab saat ini juga sedang terjadi konflik di kalangan para kepala desa dengan adanya dualisme organisasi, melalui kehadiran Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI).

“Ada dua versi APDESI, dan ada PAPDESI. Jadi sudah pecah-pecah. Artinya, kita harus bertanya juga, apakah yang kemarin datang betul seluruhnya kepala desa? Saya tidak yakin,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (1/4).

Yunarto juga menyoroti mengenai keabsahan organisasi APDESI yang mengadakan Silatnas tersebut. Meski dihadiri Presiden Joko Widodo beserta para menterinya, tetapi mereka tidak memiliki Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

APDESI tersebut hanya mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang baru diperpanjang Februari lalu. Sementara APDESI versi lainnya,  dengan ketua umum Arifin Abdul Majid, mengaku mengantongi SK Kemenkumham Nomor AHU-0001295-AH.01.08 Tahun 2021.

“Bagaimana presiden datang ke sebuah acara bersama menteri-menterinya di sebuah organisasi yang tidak diakui negara,” kata Yunarto. 

Selain itu, Toto juga menyoroti menyangkut larangan kepada kepala desa untuk berpolitik praktis. Baginya, pernyataan kepala desa yang mendukung Jokowi untuk tiga periode sudah masuk ke dalam ranah politik praktis.

“Ketika didiamkan di depan pak Luhut kemarin, harusnya mereka diingatkan bahwa dalam kapasitasnya, mereka tidak bisa berpolitik,” katanya. 

Intinya, dia melihat pernyataan dukungan tiga periode dalam Silatnas APDESI tak berarti apapun, selain menyenangkan hati kalangan yang mendukung penambahan masa jabatan presiden.

“Tapi apakah maknanya kemudian bisa diartikan sebagai suara masyarakat? Jelas kok, seluruh lembaga survei menyatakan bahwa mayoritas masyarakat menolak,” ungkap Yunarto. 

Sementara mengenai klaim dari Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, bahwa wacana ini turut didukung masyarakat berdasarkan percakapan publik di dunia maya yang terkumpul di big data. Yunarto menganggap data tersebut tak bisa mewakili aspirasi masyarakat karena tidak dipublikasikan.

“Big datanya tidak pernah ada. Hanya statement dari Cak Imin dan Pak Luhut,” katanya.

Klaim big data pun tak bisa menjadi pembenaran untuk mendorong amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD), demi memuluskan wacana menambah masa jabatan Presiden.

“Apakah perubahan besar dalam negara atau kemudian amandemen UUD 1945 itu cukup dilandasi mood-nya elit atau keinginan semata para elit? Menurut saya ini kan berbahaya sistem demokrasi kita kalau hanya dikaitkan dengan klaim sepihak,” jelasnya. 

Lain halnya jika big data yang diungkapkan Luhut dan Cak Imin disertai survei serta penelitian melalui metode yang benar. Maka klaim big data tersebut layak menjadi bahan diskusi. “Kalau big data bisa dijelaskan penjelasan secara ilmiah, kita bisa membuat kembali itu menjadi sebuah diskursus,” ujarnya.

Reporter: Ashri Fadilla

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...