Literasi Digital Bekal Menangkal Hoaks
Batasan antara dunia digital dan luring semakin tipis. Hampir semua aspek kehidupan manusia kini melibatkan teknologi. Pandemi Covid-19 turut mengakselerasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Namun, inovasi dan peningkatan penggunaan teknologi belum linier dengan peningkatan literasi digital masyarakat. Hal ini sebetulnya tak hanya berbicara tentang kemampuan dalam menggunakan perangkat teknologi informasi, tetapi juga bagaimana individu bersikap di ruang digital.
“Literasi digital mampu mengatasi masalah yang timbul karena tidak memahami apa itu ruang digital dan bagaimana beraktivitas di ruang ini,” kata Dirjen Aptika Kominfo Semuel A. Pangerapan dalam salah satu sesi Siberkreasi Hangout Online, Sabtu (16/01/2021).
Literasi digital salah satunya mengedepankan kemampuan untuk verifikasi informasi. Derasnya arus informasi di dunia digital bisa membuat seseorang kurang kritis. Dunia digital juga menciptakan kesan yang membuat individu berlomba-lomba menjadi yang terdepan dalam menyebarkan informasi.
Kondisi semacam itu berisiko, karena tak semua informasi yang beredar merupakan kebenaran. Maka, masyarakat yang melek digital memahami pentingnya recheck informasi. Merujuk kepada panduan yang disajikan Google, pertama, Anda bisa rechecking mulai dengan meneliti ke Google News.
Melalui laman news.google.com, Anda dapat memasukkan berita yang hendak ditelusuri pada kolom pencarian yang terletak di bagian atas laman. Panduan penelusuran berita dapat ditemukan di laman support.google.com.
Kedua, verifikasi juga bisa ditempuh melalui Fact Check Tools guna mengetahui keabsahan sebuah topik. Pasalnya, tak jarang kita temui berita dengan judul kontroversial tetapi tidak selaras dengan isinya. Beberapa situs pemeriksa fakta yang populer adalah Snopes.com dan Google Fact Check Explorer.
Penggunaan kedua situs itu tak jauh berbeda dengan Google News. Dengan Snopes, pengguna hanya perlu mengakses www.snopes.com lantas memasukkan topik ke dalam kolom pencarian. Hasil pencarian yang muncul akan ditandai sebagai fakta atau hoaks agar pengguna mudah mengidentifikasi.
Sementara untuk Google Fact Check Explorer, pengguna tinggal mengakses toolbox.google.com/factcheck/explorer. Kolom pencarian akan langsung ditampilkan pada laman muka dan pengguna dapat langsung mengetik penelusurannya.
Sebagai contoh, anda dapat menelusuri tentang pernyataan seorang politisi, atau suatu topik yang diperbincangkan. Hasil penelusuran akan diberi label Google untuk menandai; apakah berita atau topik yang ditelusuri merupakan fakta atau hoaks. Tak hanya itu, Google Fact Check Explorer memungkinkan pengguna untuk mengecualikan sumber tertentu dalam hasil pencarian.
Pemeriksaan fakta juga dapat kita lakukan lewat situs buatan dalam negeri seperti www.turnbackhoax.id dan www.cekfakta.com yang dikelola oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) melalui kerjasama dengan media-media dan asosiasi jurnalis.
Yang pasti, individu yang melek digital biasanya tak mudah terkecoh dengan informasi bohong. Caranya, misalnya dengan memperhatikan URL sebuah konten. Terdapat beberapa situs yang mirip dengan nama sebuah website, atau alamatnya mirip dengan media arus utama, padahal sama sekali tidak berhubungan.
Dengan semua gambaran tersebut, dapat diakui bahwa literasi digital merupakan aspek penting untuk dimiliki masyarakat. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan, ada empat pilar literasi digital yang berperan penting sebagai referensi untuk membekali diri dengan kecakapan digital.
Empat pilar literasi digital tertuang dalam Roadmap Literasi Digital 2021 - 2024 yang disusun oleh Kementerian Kominfo bersama GNLD Siberkreasi, yaitu kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan keamanan digital. Melalui keempat pilar ini, literasi digital bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tak ada perbedaan etika antara dunia digital dan dunia nyata.
Kecakapan digital atau digital skill berkaitan dengan kemampuan individu untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat-perangkat teknologi. Tidak terbatas pada perangkat keras tetapi juga perangkat lunak, dan sistem operasi.
Budaya digital alias digital culture didefinisikan sebagai bentuk aktivitas masyarakat di dunia digital dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, kebhinekaan, dan wawasan kebangsaan.
Etika digital alias digital ethics meliputi kemampuan untuk menyadari, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital atau populer disebut netiket. Sementara itu, terkait keamanan digital atau digital safety terkait dengan kemampuan mengenali, menerapkan, meningkatkan kesadaran perlindungan data pribadi dan keamanan digital.
Informasi lebih lanjut tentang literasi digital dapat diakses melalui info.literasidigital.id.