Soal Pengelolaan Pelita Air, Erick Tak Mau Kesalahan Garuda Terulang?
Menteri BUMN Erick Thohir meminta agar Pelita Air yang baru saja beroperasi secara perdana pada Kamis (28/4) dikelola dengan tata kelola perusahaan yang baik dengan mengedepankan proses bisnis yang baik, transparan, dan fokus pada bisnis utama, yakni pasar domestik.
Ia meminta agar kesalahan yang terjadi di tempat lain tak terulang. Erick tidak memerinci apa yang ia maksud dengan “kesalahan di tempat lain”. Namun diduga ia merujuk pada salah kelola pada maskapai pelat merah Garuda Indonesia yang berujung pada jeratan utang yang menggunung sehingga sempat digugat pailit.
“Saya tak segan-segan kalau terulang, saya sendiri yang laporin langsung. Jadi ini harus dikelola secara transparan dengan fokus market domestik yang saya rasa jadi sebuah kesempatan untuk Pelita menjadi besar,“ kata Erick dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (29/4).
Dia menambahkan bahwa Pelita Air harus menjadi paradigma baru industri penerbangan Indonesia. “Pelita harus jadi juga bagian dari bagian dalam menyehatkan industri pesawat terbang kita,” ujarnya.
Erick mengatakan, kehadiran Pelita Air merupakan bentuk intervensi pemerintah dalam mewujudkan keseimbangan ekonomi di industri pesawat terbang nasional. Terlebih dengan melonjaknya harga tiket pesawat saat ini.
“Harga tiket mahal sekali di mana-mana, BUMN tugasnya mengintervensi ketika ketidakseimbangan terjadi, makanya kita luncurkan Pelita Air sebagai penyeimbang pasar. Kita tidak mau market besar Indonesia jadi monopoli atau oligopoli,” ujarnya.
Menurut mantan bos klub sepak bola Italia, Inter Milan ini, kehadiran Pelita Air merupakan langkah konkret pemerintah dalam mengoptimalkan potensi penumpang domestik.
“Oleh karena itu, saya meminta dan mengharuskan Pelita Air yang akan menjadi salah satu tulang punggung pembangunan industri penerbangan domestik, bukan internasional. Catat ini, kalau ada izin untuk internasional jangan dikeluarkan," kata dia.
Berdasarkan data sebelum pandemi, jumlah mayoritas wisatawan berasal dari domestik sebesar 72% dengan nilai ekonomi Rp 1.400 triliun. Angka ini jauh jika dibandingkan kontribusi 28% wisatawan mancanegara dengan nilai ekonomi sekitar Rp 300 triliun.
"Artinya, ada potensi luar biasa yang selama ini belum dimaksimalkan BUMN dalam sektor penerbangan domestik," ucap Erick.