Wapres Ma'ruf Amin Peringatkan Maskapai Pengangkut Haji
Berbagai masalah dalam penerbangan jemaah haji mendapat atensi dari Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Wapres meminta maskapai penerbangan yang menangani pemberangkatan haji, yakni Saudia dan Garuda Indonesia, untuk menepati jadwal keberangkatan yang telah disepakati.
“Saya harap maskapai menghindari delay,” ujar Ma'ruf Amin saat memberikan keterangan pers usai meninjau Batamindo Green Farm, Kepulauan Riau, pada Rabu (7/6). Menurut Wapres, keterlambatan penerbangan akan memberi efek domino yang negatif bagi para jamaah haji, terutama yang berasal dari pelosok.
“Jamaah haji kita itu dari kampung-kampung, kemudian masuk ke embarkasi-embarkasi, itu sudah melelahkan. Kalau dia harus menunggu lagi, itu kelelahannya bertambah lagi, belum nanti sampai (di Tanah Suci),” ujar Wapres. Terlebih lagi, tahun ini banyak jamaah haji asal Indonesia merupakan jemaah lansia.
Ia meminta maskapai menjalankan permintaan Kementerian Agama Indonesia yang sudah membuat seruan agar tidak terjadi lagi keterlambatan maupun masalah lainnya. "Kalau (sampai) terjadi lagi, tentu ada konsekuensi- konsekuensi yang harus dikompensasikan kepada jamaah,” kata Wapres.
Sebelumnya Kementerian Agama (Kemenag) mengungkapkan kekecewaannya terhadap layanan maskapai penerbangan Saudia yang beberapa kali terlambat dan mengubah kapasitas kursi pesawat yang digunakan untuk mengangkut jemaah haji Indonesia. Tindakan itu dilakukan secara sepihak, tanpa persetujuan Kemenag selaku otoritas penyelenggara ibadah haji Indonesia.
Padahal Kemenag sudah menyusun kelompok terbang (Kloter) berdasarkan kapasitas seat setiap penerbangan. Tiap Kloter terbagi menjadi beberapa rombongan. Akibat perubahan mendadak kapasitas pesawat tersebut, beberapa jemaah haji tidak bisa terbang bersama Kloter dan rombongannya.
Nasrullah Jasam, Kepala Kantor Urusan Haji Indonesia di Arab Saudi, mengungkapkan, keterlambatan penerbangan dan tertinggalnya sebagian jemaah ini menimbulkan efek domino pada pelayanan yang lain. Jemaah haji gelombang pertama yang tertinggal atau terlambat misalnya, yang seharusnya bisa melaksanan Arba'in atau shalat berjamaah 40 waktu di Masjid Nabawi, kemungkinan tidak akan mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan ibadah sunnah tersebut.