Kejagung Ungkap Bukti Mark Up Impor BBM Harga Pertamax untuk Spek Pertalite

Ade Rosman
26 Februari 2025, 18:21
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan keterangan pers.
ANTARA FOTO/Alif Bintang/aaa/Spt.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan keterangan pers.

Ringkasan

  • Kejagung mengusut dugaan korupsi impor minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding serta KKKS periode 2018-2023, salah satunya pembayaran BBM jenis RON 92 oleh PT Pertamina Patra Niaga, tetapi produk yang diterima RON 90 dan RON 88.
  • Mekanisme pencampuran bahan impor menjadi RON 92 juga disoroti karena bertentangan dengan ketentuan, meskipun Pertamina membantah melakukan pengoplosan dan mengklaim produk telah sesuai spesifikasi.
  • Tujuh tersangka telah ditetapkan, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, dan penggeledahan telah dilakukan, termasuk di rumah dan kantor Riza Chalid dengan penyitaan uang tunai.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kejaksaan Agung atau Kejagung saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi tata kelola impor minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengungkapkan beberapa bukti terkait dugaan korupsi tersebut. Salah satunya, Harli menjelaskan bukti pembayaran yang tak sesuai dari impor bahan bakar minyak (BBM) oleh PT Pertamina Patra Niaga.

Harli menjelaskan salah satu tersangka Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) melakukan pembayaran BBM setara Pertamax atau jenis RON 92. Namun, kata Harli, produk yang dibeli tersebut klasifikasinya lebih rendah, yakni jenis RON 90 atau setara Pertalite dan Ron88.

"Karena memang kita dapatkan fakta hukum yang sudah selesai ya, bahwa RS selaku Dirut PPN itu melakukan pembayaran terhadap pembelian minyak yang RON 92 berdasarkan pricelist-nya. Padahal yang datang itu di RON 90, oleh karenanya kami mengkaji berdasarkan bantuan ahli," kata Harli di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu (26/2).

Harli mengatakan dugaan pembelian RON 90 dan RON 88 dengan markup seharga RON 92 tersebut terjadi pada pada periode 2018-2023.

RON merupakan kepanjangan dari research octane number. RON menjadi patokan kualitas BBM berdasarkan nilai atau tingkat oktan. Angka RON menunjukan tinggi tekanan yang akan diberikan sampai pada akhirnya bahan bakar akan terbakar secara spontan. Semakin tinggi angka RON, semakin baik pula untuk mesin kendaraan.

Pertamina pernah menjual jenis bensin RON 88 di Indonesia, yang kemudian dilarang pemasarannya di dalam negeri mulai 1 Januari 2023.

Kejagung juga menyoroti mekanisme pencampuran bahan yang diimpor tersebut menjadi RON 92. "Kemudian dilakukan blending di Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada," kata Harli.

Harli mengatakan, masyarakat tak perlu khawatir potensi oplosan terjadi dalam produk Pertamax saat ini. Dia mengatakan masa distribusi BBM tersebut sekitar dua tahun.

"Karena yang kita selidiki ini adalah 2018-2023, minyak itu barang habis pakai kalau sampai dua tahun. Kan stoknya itu berputar. Jadi, supaya tidak bias," kata Harli.

PT Pertamina telah membantah dugaan mengoplos Pertamax. Pertamina menjelaskan bahwa yang dilakukan bukan mengoplos, maupun blending. Blending merupakan proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya.

VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Santoso mengatakan produk yang sampai ke masyarakat telah sesuai dengan spesifikasinya.

"Kami pastikan produk yang sampai ke masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasinya, karena ada pemeriksaan oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi atau LEMIGAS," Fadjar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2).

Fadjar mengatkaan, pemeriksaan spesifikasi BBM milik pihaknya oleh LEMIGAS dilakukan secara berkala. Selain itu, Fadjar mengklaim pihaknya telah melakukan pemeriksaan secara mandiri untuk memastikan kualitas BBM yang sampai ke masyarakat.

Kejagung telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus ini yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Kejagung juga telah menggeledah sejumlah tempat berkaitan dengan kasus ini. Teranyar, rumah dan kantor pengusaha Riza Chalid digeledah. Kejagung menyita uang tunai senilai Rp 833 dan US$ 1500 dari penggeledahan tersebut.


Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...