Harga Bahan Pangan Terancam Naik, Pemerintah Didesak Atasi Kekeringan
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania meminta pemerintah segera mengatasi ancaman kekeringan. Hal ini dinilai dapat mengakibatkan gagal panen yang pada akhirnya akan mempengaruhi lonjakan harga pangan.
"Ancaman gagal panen tidak lepas dari kondisi kekeringan akibat musim kemarau yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia," kata Galuh Octania dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/7).
Dia juga menyatakan bahwa kekeringan menyebabkan banyak petani yang memilih tidak menanam guna menghindari kerugian.
(Baca: Kekeringan Melanda 1.963 Desa, Beberapa Provinsi Berstatus Awas)
Produksi bahan pangan yang berlebih sebelum tiba musim kering bisa menjadi solusi menjaga pasokan stok bahan pangan. Namun yang perlu diingat, bahan pangan merupakan bahan yang cepat busuk dan cepat berkurang kualitasnya jika disimpan terlalu lama.
"Masyarakat akan lebih memilih bahan makanan yang segar. Hal ini tentu menjadi potensi kerugian bagi para pedagang," kata dia.
Salah satu bahan pangan yang telah mengalami kenaikan akibat kekeringan adalah harga cabai. Harga cabai rawit merah di Jakarta sudah menembusRp 91.650 per kilogram (kg).
Sementara berdasarkan Pusat Informasi Haraga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga cabai rawit merah secara nasional Rp 70.350 per kg. Kemudian, cabai rawit merah Rp 68.700 per kg, cabai merah keriting Rp 57.250 per kg, dan cabai rawit hijau Rp 58.400 per kg.
Untuk itu, pemerintah dapat mengupayakan agar bahan pangan yang sudah diproduksi dapat tersebar secara maksimal, misalnya dengan sistem pergudangan dengan teknologi yang baik untuk menyimpan makanan. Kerja sama pemerintah dengan sektor swasta dapat dilakukan untuk mengembangkan hal tersebut.
Hal lain yang juga menurutnya penting, pemerintah perlu menjalankan sistem pendataan bahan pangan yang terhubung antara satu institusi dengan institusi lainnya.
(Baca: Dilanda Kemarau, Produksi Beras Diperkirakan Turun Dua Juta Ton)
Data yang terkoneksi dan akurat itu, diperlukan untuk menentukan kecukupan ketersediaan bahan pangan dan pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan pangan.
"Pada akhirnya, di luar usaha pemerintah untuk mengatasi gagal panen di Indonesia, tindakan pencegahan harus diperhatikan agar kejadian kekeringan yang mengakibatkan melonjaknya harga pangan tidak terulang kembali," ucapnya.
Pembuatan Embung Air
Sebelumnya, Kementerian Pertanian menyatakan kekeringan yang melanda areal sawah di berbagai daerah pada musim kemarau bisa diatasi dengan pompanisasi dan pembuatan embung air.
"Kita masih mencari solusi. Tapi untuk sementara ini, bisa dengan pompanisasi dan pembuatan embung air," kata Sarwo Edhi, Kepala Ditjen Prasarana dan Sarana Kementan, saat meninjau sawah kekeringan di Purwakarta, Rabu (24/7)
Untuk pompanisasi, selama tiga tahun terakhir pemerintah pusat telah menyalurkan bantuan 100 ribu mesin pompa di seluruh Indonesia.
Pada tahun ini, kata dia, sudah ada sekitar 20 ribu permohonan bantuan pompanisasi. Selain itu, banyak pula petani yang meminta bantuan selang air sepanjang 7.390 meter.
Sarwo mengatakan pembangunan embung, pihaknya mengajukan beberapa syarat, seperti pembangunannya harus berada di lahan milik desa, lahan pemerintah ataupun lahan hibah dari masyarakat.
Syarat itu diberlakukan agar pembangunan embung tidak sia-sia, aman dan bisa dimanfaatkan seluruh petani.
(Baca: Kementan Janjikan Kompensasi Lahan Sawah yang Terimbas Kekeringan)
Sebelumnya, Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, kekeringan tercatat telah melanda 1.963 desa di 79 kabupaten/kota. Beberapa daerah berstatus awas lantaran sudah mengalami keadaan 61 hari tanpa hujan.
Data ini diungkapkan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas tentang antisipasi dampak kekeringan yang digelar pada Senin (15/7) lalu.
“Status awas terjadi di beberapa provinsi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, NTB, NTT,” kata dia seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kamis (17/7).
Jokowi meminta seluruh kementerian dan lembaga terkait memantau pasokan air untuk keperluan rumah tangga dan pertanian. Bila diperlukan, modifikasi cuaca atau pembangunan sumur bor bisa dilakukan.