Alasan DPR Revisi UU PPP: Tak Ingin Ada Kasus Seperti UU Cipta Kerja

Image title
8 Februari 2022, 18:57
dpr, uu cipta kerja, revisi uu ppp
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Suasana Rapat Paripurna ke-13 DPR RI Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/1/2022).

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP) dalam rapat paripurna hari ini (8/2). Salah satu alasannya, tak ingin ada kasus seperti UU Cipta Kerja.

Wakil Ketua DPR Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, ada kemungkinan DPR menyederhanakan UU agar tidak tumpang tindih ke depan, seperti UU Cipta Kerja. Ia menilai, dasar hukum dari metode Omnibus Law harus diperbaiki.

Dasar hukum yang dimaksud yakni UU PPP. "Kami lakukan bertahap supaya jika nanti ada lagi (Omnibus Law), itu tidak membuat aturan atau UU yang dibuat, bermasalah," ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/2).

Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut UU Cipta Kerja cacat formil pada November 2021. Ini karena tidak sesuai dengan tata cara pembentukan undang-undang.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim MK mengacu pada UU Nomor 12 tahun 2011 atau UU PPP. Secara garis besar, prosedur pembentukan UU mencakup lima tahapan yakni pengajuan rancangan, pembahasan bersama DPR dan pemerintah, persetujuan bersama, pengesahan, dan pengundangan.

Oleh karena itu, DPR ingin merevisi UU PPP. Dalam Rapat Pleno Baleg DPR sebelumnya, ada 15 poin revisi UU PPP yang menjadi landasan hukum untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.

Rinciannya sebagai berikut:

1. Perubahan pada Pasal 1 RUU dengan memasukkan definisi metode omnibus

Bunyinya yakni, “metode Omnibus adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Perubahan atas penjelasan Pasal 5 huruf g pada RUU

3. Perubahan pada Pasal 9 RUU

Menambahkan empat ayat baru yang mengatur penanganan pengujian terhadap UU di Mahkamah Konstitusi (MK) oleh DPR dan pemerintah.

Pimpinan Panitia Kerja Revisi UU PPP Achmad Baidowi mengatakan, penanganan pengujian terhadap peraturan perundang-undangan di bawah UU, yakni di Mahkamah Agung.

“Oleh pemerintah melalui kementerian atau lembaga (K/L) yang menangani urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan,” kata dia.

4. Perubahan pada Bab IV

Menambahkan bagian baru dengan judul "Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan yang menggunakan Metode Omnibus".

5. Penambahan Pasal 42A RUU PPP

Mengatur penggunaan Metode Omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-Undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.

6. Perubahan pada Pasal 58

Halaman:
Reporter: Nuhansa Mikrefin
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...