Warung Pintar, Tokopedia, dan OVO Kolaborasi untuk Rambah Warung
Startup digitalisasi kios, Warung Pintar dan perusahaan e-commerce, Tokopedia bekerja sama menggelar gerakan warung nasional. Program ini melibatkan OVO, Kementerian Perdagangan, serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Berdasarkan penelitian Nielsen pada 2018, penjualan kebutuhan sehari-hari oleh retail keseluruhan mencapai Rp 700 triliun. Dari jumlah tersebut, 72% di antaranya berasal dari retail tradisional seperti warung dan kios.
Karena itu, CEO Warung Pintar Agung Bezharie Hadinegoro ingin menggaet lebih banyak warung untuk beralih ke bisnis berbasis digital. “Kami percaya tulang punggung perekonomian Indonesia terletak pada masyarakat akar rumput," kata dia dikutip dari siaran pers, kemarin (28/11).
Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, ada 61 juta unit bisnis mikro pada 2017. Sedangkan jumlah bisnis kecil menengah hanya 757 ribu unit. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah warung tradisional sangat banyak, sehingga potensinya besar.
(Baca: Perang Baru Para Unicorn dan Decacorn di Warung Kelontong)
Agung mengatakan, penetrasi perusahaannya mencapai 95% di Indonesia. Sebanyak 90% mitra memanfaatkan teknologi Warung Pintar untuk mendukung operasional bisnis warung.
“Kami juga mendorong literasi finansial bagi mitra,” kata dia. Sebanyak 91% mitra Warung Pintar pun memiliki minimal satu produk finansial.
Associate Vice President New Retail Tokopedia Adi Putra mengatakan, perusahaannya berfokus membangun ekosistem digital di Indonesia, termasuk dengan menggaet warung. "Melalui kolaborasi, kami berupaya mencapai misi besar kami yaitu pemerataan ekonomi secara digital," katanya.
(Baca: Riset CLSA: Warung Jadi Medan Perang Berikutnya Bagi Unicorn)
Besarnya ceruk di warung kelontong terlihat dari riset Euromonitor International. Pada tahun lalu mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina berbelanja di toko kelontong. Dari total nilai pasar retail sebesar US$ 521 miliar, sebanyak US$ 479,3 miliar atau 92 % di antaranya merupakan transaksi toko kelontong.
Menurut Euromonitor, potensi ini yang memicu berbagai startup untuk menggaet toko kelontong dengan memberikan pelayanan digital agar bertransformasi menjadi modern. Tokopedia dan Bukalapak memimpin dalam menawarkan toko kelontong melalui online to offline.
Bagaimana besarnya transaksi retail di warung kelontong juga tergambar dari data CLSA. Riset perusahaan sekuritas ini menyebutkan bahwa warung berkontribusi 65-70% terhadap transaksi retail nasional. Model business to business (B to B) seperti Mitra Bukalapak atau Mitra Tokopedia ini, menurut CLSA, berpeluang mendorong laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) perusahaan ke arah positif.
(Baca: Target Gaet 5 Ribu Kios, Warung Pintar Fokus Garap Pasar di Jawa)