Cara YouTube & Facebook Atasi Maraknya Konten Konspirasi Corona di RI
Riset Ipsos Mori menunjukkan, pengguna YouTube dan Facebook yang percaya konten konspirasi terkait pandemi corona lebih banyak ketimbang media sosial lain. Kedua perusahaan mengklaim telah melakukan sejumlah upaya untuk meminimalkan peredaran hoaks, termasuk terkait Covid-19.
Juru bicara perwakilan YouTube Indonesia mengatakan, perusahaan memiliki kebijakan yang jelas terkait konten yang dilarang. Salah satunya, video yang mempromosikan metode medis untuk mencegah virus corona secara tidak berdasar.
"Kami dengan cepat menghapus video yang melanggar kebijakan itu, ketika ditandai," ujar juru bicara perwakilan YouTube Indonesia kepada Katadata.co.id, Kamis (16/7).
(Baca: Riset: Pengguna Facebook & YouTube Percaya Teori Konspirasi Corona)
Selain itu, perusahaan meningkatkan konten otoritatif dengan menggaet Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan. Data-data dari sumber resmi ini akan diunggah di platform untuk memberikan informasi yang benar kepada pengguna terkait corona.
Sedangkan juru bicara Facebook Indonesia enggan berkomentar banyak terkait hasil riset Ipsos. Namun, ia mengatakan bahwa setidaknya ada empat area yang menjadi fokus perusahaan selama pandemi corona.
Pertama, memastikan semua pengguna mendapatkan informasi yang akurat. Kedua, memutus rantai penyebaran informasi yang salah dan konten berbahaya.
(Baca: 3.606 Orang Tewas, Gugus Tugas Kecewa Ada yang Sebut Corona Konspirasi)
Ketiga, memberikan dukungan bagi tenaga kesehatan dan upaya bantuan. “Terakir, mendukung pemerintah daerah, komunitas, dan pemilik bisnis," ujar juru bicara Facebook Indonesia.
Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu juga memberikan pesan pop-up guna menghubungkan pengguna dengan otoritas dan organisasi Kesehatan, seperti WHO dan UNICEF. Di Indonesia, Facebook bekerja sama dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Facebook juga membentuk tim pemeriksa fakta pihak ketiga untuk meninjau konten dan menghalau klaim yang salah terkait virus corona. "Kami mulai menghapus konten dengan klaim yang salah atau teori konspirasi yang telah ditandai oleh organisasi kesehatan global dan lokal, yang bisa membahayakan orang yang percaya,” katanya.
Katadata.co.id juga telah meminta tanggapan dari Twitter Indonesia. Namun, perusahaan belum merespons permintaan tanggapan hingga berita ini diturunkan.
(Baca: Survei: Sebagian Warga Jakarta Percaya Virus Corona Buatan Manusia)
Berdasarkan survei Ipsos per Mei, 30% pengguna internet di Inggris percaya bahwa virus corona berasal dari laboratorium. Persentasenya meningkat dibanding awal April yang hanya 25%.
Lalu, 8% percaya bahwa gejala pada pasien terinfeksi Covid-19 sebagian disebabkan oleh radiasi jaringan internet generasi kelima (5G). Selain itu, 7% percaya jika virus corona sebenarnya tidak ada.
Lebih rinci lagi, 60% dari pengguna internet yang percaya bahwa corona terkait 5G, merupakan pengguna YouTube. Lalu, 56% dari warganet yang mempercayai tidak adanya virus corona, merupakan pengguna Facebook.
(Baca: Survei: Warga DKI Jakarta Belum Siap Terapkan Normal Baru)
Di Indonesia, sebagian warga DKI Jakarta juga percaya bahwa virus corona sebenarnya tidak ada. Berdasarkan survei LaporCovid-19 dan Social Resilience Lab NTU, 18% dari total 154.471 responden percaya bahwa virus corona sengaja dibuat oleh manusia.
Sebanyak 58% responden ragu bahwa virus corona merupakan buatan manusia. Hanya 23% yang yakin betul bahwa teori ini salah.
Yang menarik, mereka yang yakin bahwa virus corona merupakan buatan manusia, lebih percaya selebritas atau influencer ketimbang dokter dan pemerintah. Porsinya 24,46%.
Sedangkan yang percaya dokter, hanya 16% yang yakin bahwa virus itu buatan manusia. Lalu, hanya 16,42% dari yang mempercayai pemerintah, yakin jika virus penyebab Covid-19 sengaja dibuat manusia.
(Baca: Facebook hingga Twitter Diminta Lapor soal Hoaks Corona ke Uni Eropa)