Bank Digital dan Keamanan Data Diramal Mewarnai Fintech RI pada 2021

Fahmi Ahmad Burhan
29 Desember 2020, 18:07
Bank Digital dan Keamanan Data Diramal Mewarnai Fintech RI pada 2021
Ajeng Dinar Ulfiana|KATADATA
(ki-ka) Sri Mulyani Menteri Keuangan Indonesia, Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani, Perry Warjiyo Gubernur Bank Indonesia dan moderator dalam acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019 di Jakarta Convention Center,  Jakarta (23/9/2019).

Ekonom senior yang tergabung dalam Indonesia Fintech Society (IFSoc) memperkirakan lima tren bisnis di sektor teknologi finansial (fintech) pada 2021. Dua di antaranya bank digital dan pengetatan keamanan data pengguna.

Pertama, pengetatan keamanan data pengguna karena adanya Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan DPR menargetkan regulasi ini rampung pada awal tahun depan.

Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) sekaligus Anggota Steering Committee IFSoc Yose Rizal Damuri menilai, fintech perlu menyiapkan langkah strategis terkait data. "Perlu antisipasi beragam risiko serangan siber, pencucian uang, resiko penyalahgunaan data pribadi, dan lainnya," kata dia dalam acara diskusi virtual Fintech Outlook 2021, Selasa (29/12).

Berdasarkan riset Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), 22% platform fintech pembayaran dan 18% pembiayaan (lending) pernah mengalami serangan siber. Sebanyak 95% dari 154 fintech mengaku, kurang dari 100 penggunanya mengalami serangan siber pada tahun lalu. 

Selain itu, riset Palo Alto Networks menyebutkan bahwa 66% dari 400 responden menilai platfom e-commerce berpotensi dibobol. Lalu 62% menyebut, sistem pembayaran digital berpeluang diretas.

Responden yang disurvei menjabat posisi manajemen perusahaan terkait teknologi informasi (IT) di Thailand, Indonesia, Filipina, dan Singapura. Survei dilakukan selama 6-15 Februari lalu.

Tren kedua yakni adanya regulasi-regulasi baru. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang tengah menyiapkan aturan baru terkait teknologi finansial pembiayaan (fintech lending).

Beleid itu akan mengatur modal inti, perizinan, dan komposisi minimal untuk pinjaman produktif. Ini bakal menyempurnakan peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016.

OJK juga menyiapkan aturan baru terkait empat jenis fintech yakni agregator, perencana keuangan, penilai risiko kredit (credit scoring), dan pendanaan proyek (project financing). Ini karena penggunaannya meningkat.

Tren ketiga, maraknya bank digital. "Pada 2021, kemungkinan besar bank digital akan berkembang pesat," kata Yose.

BCA misalnya, berencana mengubah Bank Royal yang diakuisisi menjadi Bank Digital BCA. BRI juga membuka peluang untuk mengonversi anak usaha menjadi bank digital.

Namun, Yose menilai perusahaan rintisan juga akan merambah area bank digital. Yang terbaru, Gojek melalui lini usahanya, GoPay, menambah porsi saham di Bank Jago menjadi 22%.

Sebelum GoPay, fintech lending atau pembiayaan Akulaku merambah bank digital dengan mengakuisisi Bank Yudha Bhakti pada 2019 yang kini menjadi Neo Commerce. 

Yose menilai, regulator semestinya membuat ketentuan khusus mengenai bank digital. Caranya, bisa dengan mencontoh Singapura yang sudah  mengeluarkan lisensi perbankan digital.

Tren keempat, penerapan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah (pemda) dan Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN-G3). Ekonom sekaligus anggota Steering Committee IFSoc Agustinus Prasetyantoko menilai, pola interaksi masyarakat berubah ke arah digial.

Oleh karena itu, pemda perlu mengakomodir perubahan tersebut. bisa dimonitor dari satu platform, performa bisa dinilai, mana daerah yang cepat atau lambat," kata Prasetyantoko.

Terakhir, perluasan penyaluran bantuan sosial (bansos) melalui fintech selama pandemi corona. Apalagi, hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, 60,3% responden menilai penyaluran bansos terkait virus corona belum tepat sasaran.

Prasetyantoko menilai, penyaluran bansos melalui fintech lebih efektif dan efisien, mengingat jumlah pengguna ponsel pintar di Indonesia cukup besar. Berdasarkan survei internal kementerian, 90% penerima bantuan memiliki handphone.

Selain itu, survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa jumlah pengguna internet di Tanah Air meningkat 8,9% dibandingkan 2018, menjadi 196,7 juta per kuartal II tahun ini.

Prasetyantoko pun menilai, penyaluran bansos menjadi peluang bagi fintech. "Ini langkah baik kalau dikelola oleh fintech. Ada satu basis data,” kata dia.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...