OJK Atur Dua Skema Kerja Sama Fintech Lending dan BPR

Fahmi Ahmad Burhan
18 Maret 2021, 12:11
OJK Atur Dua Skema Kerja Sama Fintech Lending dan BPR
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Sejumlah peserta menyimak paparan Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta sosialisasi layanan sistem elektronik pencatatan inovasi keuangan digital di ruangan OJK 'Innovation Center for Digital Financial Technology' (Infinity), Jakarta, Selasa (29/10/2019).

Startup teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) gencar menggaet Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menerbitkan panduan dua skema kerja sama perusahaan di kedua sektor, yakni channeling dan referral.

OJK merilis panduan tersebut pada Januari lalu (21/1) dan dipublikasikan secara resmi dua pekan lalu (8/3). Otoritas pun telah menggelar sosialisasi kepada pelaku fintech lending maupun BPR.

"Kerja sama antara keduanya dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian infrastruktur teknologi informasi (TI) antara BPR dan fintech lending," demikian isi panduan yang diterima oleh Katadata.co.id, Rabu (17/3).

Dalam panduan tersebut, skema channeling yakni penyaluran kredit oleh BPR kepada peminjam (borrower) melalui platform fintech lending. BPR berperan sebagai pemberi pinjaman (lender) yang memberikan atau memproses data dan informasi. Risiko kredit ditanggung oleh BPR.

Sedangkan fintech lending sebagai penyelenggara platform pemberian pinjaman kepada borrower melalui proses kredit. Perusahaan memiliki kewenangan terbatas sesuai ketentuan.

Dalam panduan itu, OJK juga menjelaskan tahapan kemitraan dengan skema channeling. Ini di antaranya penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS), penyampaian informasi calon peminjam dalam bentuk factsheet atau dokumen lain, asesmen, serta pelaporan persetujuan pinjaman, transfer dana hingga pengawasan.

Sedangkan skema referral yakni DPR menyalurkan kredit secara langsung kepada calon borrower. Sebelum itu, BPR menganalisis kredit berdasarkan referensi dari fintech lending.

Tahapan kerja samanya yakni penandatangan PKS, penyampaian informasi calon borrower dari fintech lending kepada BPR, dan asesmen. Pencairan dana, pengawasan, dan pembayaran angsuran dilakukan langsung oleh BPR.

Jika ada pengembangan kerja sama di luar wilayah jaringan kantor BPR, maka harus melalui mekanisme uji coba atau piloting review terlebih dulu. Ini untuk mendapatkan persetujuan lebih lanjut dari pengawas OJK.

Sebelumnya, Deputi Direktur Pengaturan Penelitian dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan mengatakan, otoritas mendorong fintech lending berkolaborasi dengan berbagai ekosistem. Selain BPR, bisa berkolaborasi dengan bank umum hingga e-commerce.

OJK juga menyiapkan revisi Peraturan OJK (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 tentang layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi. Beleid itu nantinya memuat ketentuan kolaborasi antara fintech lending dengan berbagai ekosistem.

"Bakal memuat tentang kemitraan fintech lending. Ini harus dilaporkan ke OJK setiap terealisasi," ujar Kasan, dua pekan lalu (8/3).

Munawar mengatakan, fintech lending perlu berkolaborasi untuk memperluas akses pasar seperti ke luar Pulau Jawa.

Berdasarkan data OJK, baru 15% dari total Rp 155,9 triliun pinjaman yang disalurkan oleh fintech lending per Desember 2020, yang disalurkan ke luar Jawa. Kredit yang diberikan kepada peminjam di Jawa mencapai Rp 132,3 triliun.

Selain itu, kolaborasi bisa meningkatkan porsi pinjaman produktif. Hingga akhir 2020, porsi pinjaman produktif hanya 35,7%.

Pada tahun lalu, beberapa fintech lending rajin menggaet bank besar. Akseleran, misalnya, menggandeng Bank Mandiri dan BCA. Strategi ini diterapkan juga oleh Investree, Modal Rakyat, dan Modalku.

Data OJK pun menunjukkan, porsi pemberi pinjaman atau lender insitusi terus meningkat sejak Januari hingga September.

Secara berurutan, angkanya yakni 0,2%; 0,21%; 0,21%; 0,21%; 0,21%; 0,22%; 0,22%, 0,33%, dan 0,34% dibandingkan total. 

Pada Oktober, porsi lender institusi melonjak menjadi 0,75%. Lalu naik lagi menjadi 1,1% pada November 2020. 

Namun, beberapa bank mulai mengkaji bisnis bank digital tahun ini. BCA masuk lewat Bank Digital BCA. Sedangkan BRI mengkaji layanan ini melalui BRI Agro.

Selain itu, Bank Jago yang didukung oleh Gojek berfokus menjadi bank digital. Kemudian, induk Shopee, Sea Group berinvestasi di Bank Kesejahteraan Ekonomi yang kini bernama SeaBank. Grab juga dikabarkan tertarik untuk masuk ke Bank Capital. 

Tahun ini, fintech lending pun mulai mengarahkan kolaborasi ke BPR. Juru Bicara AFPI Andi Taufan Garuda Putra mengatakan, BPR menjadi mitra penting karena membantu dalam memperluas jaringan pemasaran.

Kolaborasi itu juga dinilai menguntungkan kedua pihak. "BPR dapat berperan sebagai pemberi pinjaman, sementara fintech lending bisa menerapkan teknologi untuk penilaian kredit," kata Taufan kepada Katadata.co.id, Februari lalu (26/2).

Salah satu fintech lending yang mengumumkan kerja sama dengan BPR yakni Akulaku. Startup ini menggaet BPR Supra Artapersada, BPR Naribi Perkasa, BPR Ciledug Dhana Semesta, dan BPR Rama Ganda pada Februari lalu (22/2).

Modal Rakyat juga berkolaborasi dengan BPR Masyarakat Mandiri atau dikenal dengan Bank MM pada Februari lalu (16/2). Melalui kolaborasi ini, Bank MM berkomitmen menyalurkan pembiayaan melalui Modal Rakyat. 

Pembiayaan tersebut akan difokuskan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang terdaftar di Modal Rakyat. Penyalurannya Rp 100 juta hingga Rp 2 Miliar, dengan durasi pinjaman satu sampai enam bulan.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...