Fintech Berebut UMKM Online untuk Tekan Kredit Macet saat Pandemi
- Fintech lending gencar menyasar UMKM digital untuk mendorong penyaluran pinjaman dan menekan kredit macet
- Kredit macet fintech lending mencapai 7,18% atau membaik dibandingkan medio 2020
- OJK mengeluarkan aturan restrukturisasi pinjaman di fintech lending
Beberapa startup teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) berfokus menyediakan pinjaman kepada pedagang online saat pandemi corona. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang masuk ekosistem digital dinilai potensial saat masa pagebluk virus corona, karena risiko kredit macet yang rendah.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, fintech lending dapat memperoleh data transaksi penjual online dari penyedia platform e-commerce. “Ini menjadi dasar analisis kualitas kredit,” kata dia kepada Katadata.co.id, Kamis (21/1).
Data dapat dianalisis antara lain nilai dan volume transaksi hingga penilaian konsumen. “Ini bisa mengurang risiko kredit secara signifikan,” ujar Bhima. Ia memperkirakan, tren fintech pembiayaan menyasar UMKM digital terus berlanjut.
Sedangkan jenis pinjamannya seperti invoice financing maupun supply chain financing. Invoice financing yakni pinjaman yang menjadikan faktur pelanggan calon peminjam menjadi jaminan. Supply chain financing merupakan pembiayaan untuk membeli stok barang.
Selain karena tingkat risiko kredit yang rendah, jumlah UMKM yang merambah ekosistem digital melonjak saat pandemi Covid-19. Pemerintah mencatat, ada 3,7 juta pedagang online baru sejak peluncuran program Bangga Buatan Indonesia pada Mei 2020 lalu.
Dengan tambahan tersebut, ada 11,7 juta dari total 64 juta lebih UMKM yang merambah ekosistem digital. Sedangkan angka pertumbuhan jumlah UMKM di Indonesia dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Studi Facebook dan Bain and Company menunjukkan bahwa jumlah konsumen digital di Indonesia diperkirakan naik dari 119 juta pada 2019 menjadi 137 juta tahun lalu. Persentasenya pun melonjak dari 58% menjadi 68% terhadap total populasi.
Sedangkan jumlah konsumen digital di Asia Tenggara tertera pada Databoks di bawah ini. Data ini menunjukan potensi transaksi yang dapat diraih oleh pedagang online, termasuk di e-commerce.
Beberapa startup fintech lending yang mengincar UMKM digital yakni Akseleran, Modalku, dan KoinWorks. Penyaluran pinjaman oleh Modalku tumbuh dua kali lipat lebih secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 20 triliun pada tahun lalu. Sedangkan, volume transaksi 3,5 juta kali se-Asia Tenggara.
Co-Founder sekaligus COO Modalku Iwan Kurniawan mengatakan, penyaluran pinjaman tetap naik karena UMKMmerambah ekosistem digital saat pagebluk virus corona. Selain itu, pemahaman masyarakat terkait layanan fintech meningkat.
“Penetrasi digital yang terus meningkat menjadi potensi bagi bisnis Modalku. Masyarakat jadi lebih paham mengenai manfaat fintech," kata Iwan dikutip dari siaran pers, Senin lalu (18/1).
KoinWorks bahkan berencana membangun aplikasi super di bidang finansial atau super financial app untuk menggaet lebih banyak UMKM digital. Adapun produk yang baru diluncurkan saat pandemi yakni investasi emas KoinGold, obligasi KoinBond, dan pembayaran gaji KoinGaji.
"Kami akan melihat apa yang dibutuhkan UMKM ke depan, apakah layanan manajemen keuangan, accounting atau lainnya. Ini input untuk kami berikan sarana yang tepat," CMO KoinWorks Jonathan Bryan dalam diskusi Online Media KOINversation, Rabu (20/1).
Kemudian Akseleran mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit 35% yoy selama tahun lalu, deangan akumulasi Rp 960 miliar. “Per Desember, kami mengalami kenaikan pinjaman bulanan hingga 60% yoy," kata Co-Founder sekaligus CEO Akseleran Ivan Tambunan dalam siaran persnya.
Ivan mengatakan, pada awal pandemi, pertumbuhan penyaluran pinjaman sempat melambat. Performa kembali naik pada Juni hingga Desember 2020.
Sejauh ini, Akseleran telah melayani sekitar 2.500 pelaku UMKM di 23 provinsi. Selain itu menggaet 150 ribu pemberi pinjaman individu dan 10 institusi.
Fintech Menggaet Bank dan Lembaga Keuangan Lain
Sejumlah fintech lending juga gencar menggaet bank dan lembaga keuangan lainnya untuk memperkuat peran pemberi pinjaman (lender) institusi. Akseleran misalnya, menggandeng Bank Central Asia (BCA) untuk menyalurkan pinjaman Rp 30 miliar kepada UMKM, dengan skema channeling.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), porsi lender insitusi terus meningkat sejak Januari hingga November 2020. Secara berurutan yakni 0,2%; 0,21%; 0,21%; 0,21%; 0,21%; 0,22%; 0,22%, 0,33%, 0,34%, 0,75% dan 1,1% dibandingkan jumlah lender keseluruhan.
Kenaikan tertinggi yakni dari 0,22% pada Juli menjadi 0,33% di Agustus. Kemudian, dari September 0,34% menjadi 0,75% pada Oktober 2020.
Fintech | Bank yang Digaet |
Akseleran | BCA, Bank Mandiri, BPR Supra, Bank J Trust Indonesia, Bank SulutGo, Bank Permata, CIMB Niaga, BNI, BRI, BCA |
Investree | Bank Danamon, Bank Mandiri, BRI Syariah, Bank SulutGo |
Akulaku | Bank Yudha Bhakti |
Kredivo | Bank Permata |
KoinWorks | Bank Mandiri |
Amartha | Bank Mandiri dan Bank Jatim |
Crowde | Bank Mandiri |
Adakami | Bank SulutGo |
Fintag | Bank SulutGo |
Pintek | Bank SulutGo |
Modalku | Bank Sinarmas |
Modal Rakyat | BRI, BRI Agro |
Danain | Bank Ganesha |
Catatan: Kerja sama berupa channeling dan lainnya. Jumlah fintech dan bank yang bekerja sama bisa lebih dari yang ada di tabel.
Sumber: data diolah Katadata
Dengan strategi seperti itu, OJK mencatat bahwa akumulasi penyaluran pinjaman oleh fintech lending tumbuh 96,19% yoy menjadi Rp 146,2 triliun per November 2020. Sedangkan outsanding atau yang masih berjalan mencapai Rp 14,1 triliun.
Sedangkan data per Oktober 2020 dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman di bawah 90 hari (TKB 90) pun mulai membaik sejak September 2020, sebagaimana Databoks di bawah ini. Sedangkan TKB per November 2020 92,82%.
TKB yang turun menunjukkan bahwa keterlambatan peminjam membayar cicilan atau tingkat wanprestasi (TWP 90) atau kredit macet meningkat.
Asosiasi Target Penyaluran Pinjaman Rp 86 Triliun pada 2021
Kredit macet fintech lending dapat menurun, salah satu caranya dengan restrukturisasi pinjaman. OJK pun menerbitkan aturan tentang kebijakan countercyclical dampak penyebaran coronavirus disease 2019 bagi lembaga jasa keuangan non-bank.
“Pinjaman macet bisa dikurangi dan akan tetap meningkatkan kepercayaan konsumen kepada penyelenggara fintech lending," kata Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan kepada Katadata.co.id, Rabu (20/1).
Sejak tahun lalu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) juga mendorong fintech lending menyasar sektor potensial untuk mengantisipasi risiko kredit. Salah satunya yakni pedagang online.
Berdasarkan survei AFPI dan DailySocial pada 2020, UMKM digital mendominasi profil peminjam fintech lending di sektor produktif yakni 42,4%. Untuk sektor konsumtif menempati urutan kedua (30,8%) dan di syariah urutan ketiga (40%).
“Mereka bagian dari UMKM yang layak mendapatkan kredit dan menjadi fokus penyaluran fintech lending saat ini, khususnya dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional,” kata juru bicara AFPI Andi Taufan Garuda Putra kepada Katadata.co.id, Kamis (21/1).
Selain itu, pada dasarnya penyelenggara fintech pendanaan telah mengadopsi sistem penilaian kredit (credit scoring) yang disesuaikan dengan performa UMKM saat ini. “Ini bergerak dinamis, menyesuaikan profil peminjam, termasuk pedagang online. Dengan begitu, TWP 90 hari membaik,” ujarnya.
AFPI pun menargetkan penyaluran pinjaman Rp 86 triliun pada tahun ini. Jumlahnya lebih tinggi dibandingkan target 2020 sebesar Rp 65 triliun, yang menurun dari rencana awal Rp 86 triliun.
Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah optimistis, target tersebut bisa tercapai pada 2021 meski masih ada pandemi. "Ini angka realistis yang dapat kami wujudkan," katanya saat konferensi pers virtual bertajuk ‘Outlook Industri Peer to Peer Lending 2021’, bulan lalu (7/12/2020).