Diincar Tiongkok soal Monopoli, Pengembang PUBG Tencent Lobi AS
Pemerintah Tiongkok dikabarkan mempersiapkan denda besar untuk Tencent Holdings terkait monopoli. Pengembang PUBG ini pun disebut-sebut tengah berunding dengan panel keamanan nasional Amerika Serikat (AS) untuk mempertahankan kepemilikan di pengembang video game Riot Games dan Epic Games.
Sumber yang mengetahui masalah itu mengatakan, Tencent telah berbicara dengan Komite Investasi Asing di AS atau CFIUS, yang memiliki wewenang untuk memerintahkan perusahaan mendivestasi kepemilikan di Negeri Paman Sam. “Pembicaraan terjadi sejak paruh kedua tahun lalu,” kata sumber dikutip dari Reuters, Kamis (6/5).
CFIUS telah mencari tahu apakah penanganan Epic Games dan Riot Games atas data pribadi pengguna merupakan risiko keamanan nasional. “Ini karena kepemilikan mereka (investor) di Tiongkok,” ujar sumber.
Tencent memiliki 40% saham di Epic Games, pembuat video game Fortnite. Raksasa teknologi Tiongkok ini juga membeli saham mayoritas Riot Games pada 2011 dan mengakuisisi seluruh perusahaan pada 2015.
Riot Games merupakan pengembang ‘League of Legends’, salah satu gim berbasis desktop populer di dunia.
“Tencent sedang menegosiasikan langkah-langkah mitigasi risiko dengan CFIUS sehingga dapat mempertahankan investasi,” kata sumber. Reuters melaporkan, rincian langkah yang diusulkan tidak diketahui.
Namun biasanya, CFIUS meminta penunjukan auditor independen untuk memantau implementasi perjanjian.
Salah satu sumber mengatakan, Epic Games belum membagikan data pengguna apa pun dengan Tencent.
Sedangkan seorang juru bicara Riot Games mengatakan, perusahaan yang berbasis di Los Angeles beroperasi secara independen dari Tencent. Selain itu, “menerapkan praktik industri terkemuka untuk melindungi data pemain,” katanya.
Sumber pun memperingatkan bahwa tidak ada kepastian bahwa Tencent akan mencapai kesepakatan untuk mempertahankan investasi dan meminta untuk tidak diidentifikasi karena masalah tersebut bersifat rahasia.
Apalagi CFIUS telah menindak kepemilikan Tiongkok atas aset teknologi AS dalam beberapa tahun terakhir, di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Beijing terkait perdagangan, hak asasi manusia, dan perlindungan kekayaan intelektual. Pejabat AS menyatakan keprihatinan bahwa data pribadi warga AS dapat berakhir di tangan pemerintah Partai Komunis Tiongkok.
Sedangkan bisnis Tencent diincar oleh pemerintah Negeri Panda. Raksasa teknologi ini memiliki usaha video game, streaming konten, media sosial, iklan, dan layanan komputasi awan (cloud).
Dua sumber Reuters menyampaikan, Beijing menyiapkan denda untuk Tencent, namun akan lebih kecil dibandingkan Alibaba US$ 2,75 miliar atau sekitar Rp 40,9 triliun. Raksasa game online itu diperkirakan didenda 10 miliar yuan atau US$ 1,54 miliar.
“Itu cukup signifikan bagi Badan Regulasi Pasar Tiongkok (SAMR) untuk memberikan contoh (untuk perusahaan lain),” kata kedua sumber.
Tencent menghadapi hukuman karena tidak melaporkan akuisisi dan investasi sebelumnya. Pelanggaran jenis ini didenda maksimal 500 ribu yuan per kasus.
“Denda itu untuk praktik antipersaingan di beberapa bisnis (Tencent). Streaming musik menjadi fokus khusus,” ujar sumber.