Empat Sektor Bisnis Berpotensi Akan Terdongkrak Internet 5G
Jaringan internet generasi kelima alias 5G tersedia di Indonesia sejak akhir Mei. Peneliti teknologi informasi dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai, teknologi ini akan mendorong pertumbuhan banyak sektor, terutama empat industri.
Keempatnya yakni e-commerce, pendidikan, kesehatan, dan manufaktur. “Ini yang paling besar (terdorong),” kata Heru kepada Katadata.co.id, Senin (21/6).
E-commerce dinilai paling terdongkrak, karena sektor ini membutuhkan transaksi real-time dan data internet yang besar. Teknologi 5G bisa mengakomodasi kebutuhan ini, karena kecepatan pengiriman datanya.
Begitu juga dengan industri pendidikan. Untuk perguruan tinggi bahkan dapat memaksimalkan riset seperti terkait robot autonomous.
Industri manufaktur juga dianggap bakal terdorong 5G, karena teknologi ini menopang Internet of Things (IoT). Sedangkan IoT mendukung otomasi manufaktur, “sehingga menjadi lebih cepat," katanya.
Di sektor kesehatan, teknologi 5G memungkinkan penggunaan Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR) secara maksimal.
Sebelumnya Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani juga menyampaikan, sektor hiburan akan mendapatkan nilai tambah paling besar dari adanya 5G.
"Startup streaming film atau VoD, game online, serta metaverse atau yang mengandalkan AR dan VR akan mendapatkan nilai tambah besar," kata Edward kepada Katadata.co.id, dua pekan lalu (2/6).
Itu karena transaksi real-time dan akurasi data akan lebih terjamin dengan adanya 5G, karena tingkat latensi yang rendah. "Tanpa jeda (lag)," ujarnya.
Hal itu dapat dilihat dari perbedaan kecepatan pengiriman data masing-masing generasi jaringan internet, sebagaimana Tabel berikut:
Sedangkan CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menilai, startup dengan skema business to consumer (B2C) seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak hingga Traveloka akan banyak memanfaatkan 5G. "Ini positif karena memberikan akses internet yang lebih cepat dan stabil," ujarnya.
Dalam riset bertajuk ‘Ericsson Mobility Report 2020’, perusahaan teknologi bisa memperoleh US$ 44,2 miliar atau Rp 625,7 triliun dari masifnya digitalisasi pada 2030. Sebanyak 39% di antaranya atau US$ 17,7 miliar (Rp 250,6 triliun) merupakan hasil adopsi 5G.
Dari jumlah tersebut, 47% atau Rp 116,1 triliun di antaranya menjadi ‘jatah’ perusahaan telekomunikasi. “Tetapi, hanya operator seluler yang mau melihat peluang itu yang akan mendapatkan,” ujar Head of Network Solutions Ericsson Indonesia Ronni Nurmal saat acara peluncuran ‘Ericsson Mobility Report 2020’ secara virtual, akhir tahun lalu (8/12/2020).
Hasil riset tersebut juga mengungkapkan, sektor manufaktur paling potensial menyumbang pendapatan bagi operator seluler. Disusul oleh sektor energi, serta media dan hiburan.