BEI: Unicorn Indonesia Berpotensi IPO pada Kuartal I
Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan, ada tiga perusahaan teknologi yang bersiap menawarkan saham perdana ke publik alias IPO. Salah satunya merupakan unicorn atau startup dengan valuasi lebih dari US$ 1 miliar.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Gede Nyoman Yetna Setya memerinci, tiga dari 25 korporasi yang sedang dalam proses evaluasi untuk IPO merupakan perusahaan teknologi. “Apabila semua proses berjalan sesuai rencana, ketiganya diperkirakan tercatat di bursa paling cepat kuartal pertama,” kata dia kepada wartawan, Jumat (12/2).
Sejauh ini, ada dua unicorn yang menyatakan bersiap masuk bursa saham yaitu Tokopedia dan Traveloka. Tokopedia sudah menunjuk Morgan Stanley dan Citi sebagai penasihat untuk IPO.
Unicorn e-commerce itu pun dikabarkan semakin dekat untuk merger dengan Gojek. Salah satu skenario yang dikaji yakni Tokopedia IPO terlebih dahulu di bursa Indonesia.
Di satu sisi, sumber Bloomberg mengatakan bahwa kesepakatan merger antara Gojek dan Tokopedia kemungkinan terjadi bulan ini. Jika ini benar, maka Tokopedia berpeluang besar IPO lebih cepat.
Sedangkan Traveloka mempertimbangkan IPO lewat perusahaan cek kosong alias SPAC. Tokopedia dan Traveloka ingin melantai di bursa Amerika Serikat (AS) dan Indonesia.
(BACA JUGA: Seperti Tokopedia, Traveloka Kaji IPO Lewat Perusahaan 'Cek Kosong')
Saat ini, terdapat 20 perusahaan teknologi yang mencatatkan saham di BEI. Berdasarkan data per 5 Februari, indeks saham teknologi yakni IDXTECHNO tumbuh 108,74% sejak awal tahun (year to date/ytd). Sedangkan IHSG tumbuh 2,89% ytd.
“Ini mencerminkan bahwa investor menyambut baik dan mengapresiasi perusahaan-perusahaan dari sektor teknologi yang tercatat di BEI,” kata Nyoman.
Jika unicorn turut melantai di bursa saham, Nyoman optimistis langkah ini bakal mendorong perekonomian. “Kami pun siap mendukung perusahaan dan membuka pintu diskusi selebar-lebarnya apabila dibutuhkan pendampingan atau informasi mengenai proses IPO dan pencatatan efek di Indonesia,” kata dia.
Berdasarkan pertemuan intensif sejak tahun lalu, Nyoman mencatat tiga hal yang menjadi perhatian para pendiri unicorn. Pertama, perusahaan ingin masuk ke papan utama yang diisi oleh perusahaan besar dan memiliki pengalaman operasional yang cukup lama.
Sedangkan salah satu syarat untuk masuk papan utama yakni membukukan laba usaha pada satu tahun buku terakhir. Selain itu, memiliki aset berwujud bersih (net tangible assets) minimal Rp 100 miliar.
Dalam hal aset berwujud, Nyoman mengatakan bahwa unicorn lebih banyak memiliki aset tidak berwujud (intangible assets). Untuk itu, bursa mengkaji cara agar unicorn tetap bisa masuk ke papan utama.
Saat ini, BEI menggodok peraturan agar unicorn yang memiliki aset tidak berwujud tetap bisa masuk ke papan utama. Caranya, dengan memasukkan unsur lain dalam kinerja unicorn seperti pendapatan dan kapitalisasi pasar.
"Jadi, kami menjaga kualitas di papan utama, tapi tetap memperhatikan karakteristik dari perusahaan," kata Nyoman dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa, Kamis (11/2).
Kedua, unicorn meminta bursa memperhatikan pembagian sektor dan subsektor agar bisa bersaing dengan kekhasan yang sama. Untuk itu, BEI meluncurkan indeks IDX Industrial Classification pada 25 Januari lalu menggantikan Jakarta Stock Industrial Classification (JASICA).
Dengan adanya indeks tersebut, sektor teknologi ada di bursa. “Unicorn akan masuk dalam kelompok perusahaan-perusahaan teknologi di IDX IC. Jadi sesuai peers," kata Nyoman.
Permintaan ketiga, adanya hak khusus berupa dua kelas saham untuk kepentingan pengambilan keputusan. Maka, satu saham memiliki hak lebih dari yang biasa dalam hal pengambilan kebijakan.
Hal itu mirip dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), yakni saham mayoritas dimiliki oleh PT Pertamina (Persero) 56,96%, sementara publik 43,03%. Namun, negara memiliki satu saham Seri A dwiwarna yang masih bisa mengontrol PGN.