Soal Talenta Digital, Indonesia Masih Kalah dari India
Sementara, Ketua Bidang Human Capital Development idEA Sofian Lusa menambahkan, kurikulum perguruan tinggi di Indonesia terpaku pada paket. Misalnya, seseorang diyantakan lulus Sarjana (S1) bila menyelesaikan sekian satuan kredit semester (sks). Sementara di negara lain, mahasiswa diberi keleluasan untuk mengambil mata kuliah yang diinginkan.
Ia mencontohkan, di Inggris dan Amerika Serikat (AS), mahasiswa bisa mengambil mata kuliah teknopreneur 3 sks, lalu terkait ekonomi 3 sks. "Di Indonesia, perguruan tinggi swasta masih lebih fleksibel," katanya.
Kebijakan yang menghambat seperti ini menurutnya yang mesti dipangkas oleh pemerintah. Apalagi, Indonesia bakal mengalami bonus demografi pada 2020 hingga 2030.
(Baca: Kadin: Tak Masalah Pekerja Asing, tapi Punya Kemampuan dan Legal)
Apabila kualitas SDM tidak disesuaikan dengan kebutuhan, banyaknya usia produktif bisa menjadi boomerang bagi perekonomian. Sebab, itu artinya pengangguran bakal meningkat. "Indonesia baru sekitar 0,6% pengusahanya. Sementara untuk jadi negara maju minimal 2% dari total populasi," ujarnya.
Untuk mengurangi kesenjangan talenta digital, iDEA akan menggelar program pengembangan SDM seperti idEA Works Edu pada 15-16 Februari 2019 dan idEA Works Pro pada 22-23 Februari 2019. Langkah-langkah ini perlu untuk memperbaharui talenta yang sudah ada.
Adapun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menganggarkan Rp 38 miliar untuk mencetak 20 ribu teknisi atau programmer pada 2019. Kominfo bersama Kementerian Ekonomi Digital Prancis juga menandatangani perjanjian kerja sama untuk membangun sekolah pemrograman gratis bernama L'Academie, khusus di bidang digital ekonomi.