Kisah UMKM Menghadapi Pandemi Disokong Pemodal hingga Lapak Digital
Bantuan Teknis Platform Digital bagi UMKM
Lalu, apakah semua program tersebut bisa begitu saja membuat UMKM konvensional beralih ke digital? Dalam ‘Survei UMKM di Tengah Pandemi Covid-19’ yang digelar Katadata Insight Center, sebagian besar (84 %) pelaku UMKM memang telah memiliki perangkat smartphone dengan akses internet. Namun, hanya 60,2 % yang telah memasarkan produknya secara online.
Selain itu, hampir 20 % pelaku UMKM menilai marketplace belum menyediakan petunjuk yang dapat dipahaminya untuk berjualan. Bahkan, 18,4 % pelaku merasa marketplace memanfaatkan mereka sebagai user akibat ketidaktahuan tersebut.
Bagaimanapun, hanya 11,2 % yang merasa kurang nyaman berinternet. Sebab, selain memiliki toko fisik, mereka sudah menggunakan media sosial untuk memasarkan produknya.
Menyadari persoalan ini, perusahaan e-commerce umumnya menyiapkan tim tersendiri untuk menarik penjual dan membinanya. Lazada, misalnya, memiliki tim khusus (sellers engagement) yang membantu proses onboarding para penjual baru.
“Saat ini kami memiliki puluhan ribu penjual. Melalui Lazada Club serta Lazada University, kami memberikan platform bagi mereka untuk meningkatkan kemampuan berjualan,” kata SVP Traffic Operations & Sellers Engagement Haikal bekti Anggoro.
(Baca: Latih UMKM Jualan Online, Pelapak di Lazada Dapat Komisi)
Hal itu diakui oleh Yulius Halim, pemilik merek pakaian olahraga, Flexzone yang berasal dari Surabaya. Bergabung sejak 2016, ia merasa terbantu dengan support center, hingga komunitas penjual yang berada dalam ekosistem Lazada.
Yulius yang memulai usaha setelah 14 tahun bekerja sebagai karyawan menyatakan banyak tantangan yang dihadapi, terutama saat memperkenalkan produk. Di Lazada, ia bisa mengikuti kelas online maupun offline tentang cara berjualan sampai panduan untuk meningkatkan kinerja.
Bagaimanapun, yang paling dirasakan membantu usahanya adalah fasilitas logistik. Saat ini Lazada memiliki 12 warehouse, 47 hub dan lebih dari 8.000 kurir di jaringan LEX. “Jadi kami siapkan barang untuk dijemput oleh tim warehouse Lazada. Stok akan tercatat otomatis dan saat hampir habis akan muncul notifikasi untuk restock,” kata Yulius.
Sedangkan Blibli berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah untuk mengembangkan kanal khusus bagi UMKM. “Kami berikan dukungan agar UMKM bisa bertahan dari pandemi, supaya bisa naik kelas,” kata CEO Blibli Kusumo Martanto. “Barangnya bisa diekspor juga. Itu goals-nya.”
Saat ini, sekitar tujuh ribu UMKM aktif berjualan di Blibli. Menurut Kusumo, transaksi khusus produk UMKM tumbuh enam kali lipat selama pandemi. Produk yang paling banyak dicari yakni makanan dan kebutuhan sehari-hari.
Pertumbuhan itu juga dirasakan oleh Bukalapak yang telah menggaet hampir enam juta pelapak, dan lima juta warung dan agen mitra. Lebih dari 40 ribu jenis produk yang dipasarkan dan ratusan UMKM baru yang bergabung sejak gerakan Bangga Buatan Indonesia diluncurkan pada 14 Mei lalu.
“Pertumbuhan signifikan 15 – 20 %. Kami juga melihat bisnis beberapa pedagang turun. Untuk itu, penting bagi kami melihat peluang ini, dan menggandeng UMKM di Indonesia agar dapat memanfaatkan peluang yang ada,” kata VP of Merchant Bukalapak Kurnia Rosyada dikutip dari siaran pers.
(Baca: Pemerintah Siapkan Enam Langkah Bangkitkan UMKM Setelah Pandemi Corona)
Sokongan Pemain Global
Tak hanya pemain lokal, beberapa perusahaan teknologi global juga melirik potensi pengembangan UMKM Indonesia. Instagram, sebagai contoh, merilis stiker ‘Dukung UMKM’ untuk membantu usaha mikro, kecil dan menengah. Pemilik akun bisnis bisa menggunakan stiker ini pada unggahan Instagram Stories untuk berjualan.
Perusahaan di bawah naungan Facebook itu juga menambahkan tools Sumber Informasi Bisnis pada profil bisnis. “Kami berkomitmen untuk mendukung bisnis kecil selama masa sulit ini dan akan segera memberi tahu setiap info terkini yang ada,” kata Instagram melalui situs resminya, Mei lalu.
Sebelumnya, Google mengembangkan fitur baru pada Google Maps akibat pandemi virus corona. Layanan baru itu memungkinkan pengguna memesan makanan, lalu mengambilnya langsung ke restoran atau lewat jasa pengiriman.
Untuk menggunakan fitur baru tersebut, pengguna hanya perlu membuka aplikasi Google Maps di iPhone atau Android. Lalu, pada bagian atas layar akan terlihat dua tombol default baru untuk takeout dan pengiriman.
(Baca: Strategi E-Commerce Merebut Pasar Belanja Online Saat Normal Baru)
Penjualan berbagai kebutuhan sehari-hari melalui internet memang diprediksi tumbuh pesat. Riset Facebook dan Bain & Company menunjukkan, 44 % konsumen di Asia Tenggara akan berbelanja bahan pokok secara online selama pandemi corona.
Kebiasaan tersebut diperkirakan bertahan saat memasuki normal baru. “Tren ini akan tetap ada,” demikian dikutip dari laporan bertajuk 'Southeast Asia Digital Consumer Trends That Shape the Next Normal', Rabu (10/6).
Kegiatan belanja bahan pokok melalui e-commerce atau media sosial meningkat drastis sejak April. Sekitar 80 % dari konsumen pengguna internet itu berencana terus berbelanja bahan makanan secara online.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyatakan, digitalisasi UMKM menjadi prioritas pemerintah. Kondisi pandemi mendorong pemerintah untuk mempercepat proses digitalisasi. Begitu juga dengan normal baru, akan semakin banyak lagi UMKM yang masuk ke platform digital.
Menurut Teten, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, namun sebagian besar UMKM beroperasi secara offline. “Mereka harus segera melakukan transformasi digital atau akan tertinggal jauh dari UMKM lain yang sudah beralih ke online,” kata Teten.