OJK Prediksi Enam Tren Bisnis Fintech Lending Tahun Depan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan, ada enam tren sektor teknologi finansial pembiayaan atau fintech lending pada tahun depan. Dua di antaranya terkait peningkatan modal dan kolaborasi dengan perbankan.
Tren pertama, peningkatan penyaluran pinjaman dibandingkan tahun ini yang cenderung melambat akibat pandemi corona. OJK mencatat, akumulasi pemberian kredit oleh fintech lending tumbuh 200% secara tahunan atau year on year (yoy) pada tahun lalu. Sedangkan per Oktober tahun ini hanya 102,4%.
"Tahun depan, industri ini menunjukkan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan 2020. Tapi tetap tidak seperti 2017 hingga 2019," ujar Deputi Direktur Pengaturan Penelitian dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan dalam acara Diskusi Publik Menatap Masa Depan Fintech dan UMKM 2021, Selasa (15/12).
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memang menargetkan penyaluran pinjaman Rp 86 triliun pada 2021. Jumlahnya lebih tinggi dibandingkan target tahun ini Rp 65 triliun, yang menurun dari rencana awal Rp 86 triliun.
Tren kedua yakni penambahan modal. Ini karena OJK tengah mengkaji aturan baru yang mengatur tentang modal inti. Otoritas berencana menaikkan modal inti yang harus disetor penyelenggara ketika mengajukan izin dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 15 miliar.
"Industri fintech lending memang membutuhkan modal yang lebih besar. Jika tidak, akan sulit bertahan," ujar Munawar.
Sebelumnya, ia mengatakan bahwa 80% dari total pinjaman yang digunakan atau outstanding disumbang oleh 21 dari total 154 fintech lending yang terdaftar di OJK. Ini artinya, 133 perusahaan lainnya hanya berkontribusi 20%.
Selain itu, 10 penyelenggara fintech lending teratas berkontribusi 61,68% dari total outstanding. Oleh karena itu, OJK mengkaji kenaikkan modal inti.
Tren ketiga, jumlah penyelenggara fintech lending bertambah meski aturan diperketat. Ini karena OJK melakukan moratorium pendaftaran pada 2020. “Apabila dicabut pada tahun depan, akan banyak yang mendaftar," katanya.
Keempat, eksplorasi ekosistem karena potensi pasarnya masih besar. Ia menilai, ada banyak peluang penggunaan yang akan dirambah oleh fintech lending pada tahun depan.
Kelima, kolaborasi antarpenyelenggara baik dengan metode co-lending maupun referral. Ini karena OJK menyiapkan aturan yang mendorong fintech lending untuk menyalurkan lebih banyak kredit ke sektor produktif.
OJK akan mendorong perusahaan menyalurkan pinjaman ke sektor produktif minimal 40% secara bertahap dalam tiga tahun. Pada tahun pertama 15%, kedua 30%, dan ketiga sudah harus 40%.
Dalam aturan POJK Nomor 77 yang ada saat ini, fintech lending hanya diwajibkan menyalurkan pinjaman minimal 20% ke sektor produktif. OJK ingin porsinya ditambah, karena penyalurannya dinilai minim selama ini.
Terakhir, meningkatnya kolaborasi fintech lending dengan perbankan. Ia mencatat, saat ini baru perusahaan dengan status berizin yang menggaet bank. "Ke depan, jumlahnya akan bertambah,” kata dia.
Berdasarkan data OJK, porsi pemberi pinjaman atau lender insitusi terus meningkat sejak Januari hingga September. Kenaikan tertinggi yakni dari 0,22% pada Juli menjadi 0,33% di Agustus. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
Jumlah Rekening Lender | Porsi Lender Institusi | |
Desember 2019 | 605.935 | 0,2% |
Januari | 616.000 | 0,2% |
Juli | 663.865 | 0,22% |
Agustus | 669.580 | 0,33% |
September | 681.632 | 0,34% |
Sumber: OJK
Meski begitu, ada sejumlah tantangan baru yang akan dihadapi oleh fintech lending pada tahun depan, salah satunya soal keamanan data pribadi pengguna. Sebab, Undang-undang perlindungan data pribadi atau UU PDP ditarget rampung pada awal 2021.
Tantangan lainnya yakni kredit macet yang terus melonjak selama pandemi Covid-19. OJK mencatat, tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman maksimal 90 hari setelah jatuh tempo atau TKB90 fintech lending per Oktober 2020 92,42%.
"Fintech lending perlu melakukan penajaman credit scoring dan transparansi," kata Munawar.
Sebelumnya, petinggi modal ventura dan ekonom juga memperkirakan bahwa konsolidasi fintech lending marak pada 2021, karena adanya aturan penambahan modal. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira Adhinegara misalnya, memperkirakan jumlah pemain susut dari 154 saat ini menjadi kurang dari 90. “Ada potensi untuk merger dan akuisisi,” ujarnya kepada Katadata.co.id, dua pekan lalu (8/12).
Namun, ia sepakat dengan kebijakan tersebut, karena memungkinkan pelaku usaha menggenjot kredit ke sektor produktif dan luar Jawa. Selain itu, perusahaan bisa meningkatkan teknologi terkait keamanan sistem.
“Selama ini yang membuat fintech belum tertarik ke luar Jawa itu biaya operasional tinggi. Kalau modal inti naik, seharusnya mereka bisa lebih ekspansi,” kata Bima.