Premi Insurtech Masih Minim, OJK Siapkan Aturan Khusus
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, premi asuransi digital atau insurtech baru Rp 811,9 miliar. Untuk memperluas adopsi layanan ini, otoritas berencana membuat regulasi khusus.
Kepala Departemen Pengawas Industri Keuangan Non-Bank 1B OJK Heru Juwanto mengatakan, total premi asuransi di Indonesia Rp 499,2 triliun per tahun lalu. Hanya Rp 811,9 miliar di antaranya yang masuk ke insurtech.
"Angka ini masih kecil. Tapi kami yakin akan lebih besar ke depan," kata Heru dalam webinar tentang bisnis insurtech, Rabu (14/4).
Hal itu karena layanan insurtech dinilai terdongkrak pandemi corona. Banyak perusahaan asuransi yang berkolaborasi dengan startup insurtech.
Selain itu, beberapa e-commerce menyediakan layanan asuransi. "Mereka menjual asuransi secara sederhana seperti untuk pengiriman, perlindungan layar ponsel pintar (smartphone), dan lainnya," kata Heru.
Untuk memasifkan peran insurtech, OJK berencana membuat regulasi khusus. Sebab, saat ini insurtech masih mengacu pada aturan inovasi keuangan digital.
Penyelenggara insurtech diminta mendaftar ke inovasi keuangan digital. Kemudian, model bisnis hingga instrumen keuangannya dipantau oleh regulatory sandbox.
"Ke depan, kami atur pelaku insurtech ini lebih detail melalui regulasi khusus," kata Heru. "Kami titik beratkan pada lingkup insurtech, standar inovasi, dan struktur organisasi.”
Selain itu, ada poin terkait keamanan nasabah, fungsi audit, kontrol terhadap bisnis, data center, serta kerja sama. "Aturan ini memastikan adanya manajemen risiko perusahaan asuransi, serta level of flying field," ujar dia.
Meski begitu, Heru tidak memerinci target penerbitan aturan tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa regulasi ini berdasarkan beberapa pertimbangan.
Sebelumnya, riset dari perusahaan reasuransi Swiss Re menunjukkan bahwa minat masyarakat Indonesia terhadap asuransi digital sangat besar. Ini karena banyak yang beralih ke layanan online selama pandemi corona.
"Semakin banyak platform digital yang memperluas jangkauan bisnis ke layanan keuangan. Perusahaan asuransi harus menyesuaikan model bisnis agar relevan dan responsif terhadap kebutuhan nasabah," ujar Head Client Markets, Life & Health Asia Tenggara, Swiss Re Jolene Loh dalam siaran pers, Februari lalu (2/2).
Riset menunjukkan, 76% masyarakat Indonesia tertarik membeli produk asuransi secara online. Platform yang paling banyak dipilih yakni e-commerce dan teknologi finansial (fintech).
Kemudahan menggunakan aplikasi dan tarif premi murah menjadi alasan responden menggunakan layanan asuransi online.