Aturan IMEI Diperkuat Hari Ini, Apa Dampaknya Bagi Pasar Ponsel Lokal?
Pemerintah berencana menerapkan mesin validasi untuk mendukung aturan IMEI atau International Mobile Equipment Identity mulai hari ini. ‘Senjata’ baru ini dinilai lebih efektif dalam memblokir ponsel ilegal, sehingga berdampak positif bagi industri telepon seluler di dalam negeri.
Aturan IMEI berlaku sejak 18 April lalu, namun pemerintah menggunakan sistem Central Equipment Identity Registration (CEIR) berbasis komputasi awan (cloud) untuk memvalidasi IMEI pada ponsel. IMEI adalah nomor identitas khusus pada setiap slot kartu di ponsel, yang dikeluarkan oleh asosiasi operator telekomunikasi global atau GSMA.
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) bersama pemerintah mengembangkan mesin CEIR, yang ditargetkan siap pada hari ini. “Laporan yang saya terima, mesin dapat dioperasikan sempurna pada 15 September,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Ismail kepada Katadata.co.id, Minggu (13/9) lalu.
Ketua ATSI Marwan O Baasir mengatakan, rencana penggunaan mesin CEIR sesuai target. Integrasi data dari operator seluler, Tanda Pendaftaran Produk (TPP) impor, dan TPP produksi ponsel sudah selesai.
Asosiasi juga telah memproses migrasi data dari sistem CEIR cloud ke mesin. Namun ketika ditanya kesiapan mesin CEIR untuk memblokir ponsel ilegal mulai hari ini, Marwan menyerahkannya kepada Kominfo.
Mesin CEIR ini sebenarnya ditarget siap pada bulan lalu. Namun implementasinya mundur dan diharapkan siap pada hari ini.
Meski begitu, Marwan menilai bahwa mesin CEIR akan lebih efektif memblokir ponsel black market (BM) ketimbang hanya memakai cloud. “Kapasitasnya baik dan lumayan cepat, di atas 15 ribu transaksi per detik,” kata dia kepada Katadata.co.id.
Cara kerjanya, peranti Equipment Identity Register (EIR) milik operator seluler akan mengirim nomor IMEI ke mesin CEIR untuk divalidasi. Jika IMEI tak tercatat pada mesin CEIR, maka ponsel tidak mendapatkan sinyal meski sudah dimasukan nomor atau simcard.
Skema itu disebut whitelist, yang juga diterapkan di India, Australia, Mesir dan Turki.
Ketua Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) Hasan Aula mengatakan, efektivitas penerapan aturan IMEI akan memberikan kepastian dalam berinvestasi. Secara tidak langsung juga bakal berdampak positif terhadap pertumbuhan industri.
Apalagi ia mencatat sekitar 20% ponsel yang beredar di Indonesia merupakan ilegal dan berkualitas rendah yang diperbarui (refurbished). Jika penjualan smartphone per tahunnya mencapai 50 juta, maka sekitar 10 juta di antaranya ponsel BM.
Meski begitu, ia tidak dapat memperkirakan dampak penguatan aturan IMEI mulai hari ini, terhadap peningkatan penjualan ponsel pintar (smartphone). “Pandemi corona tidak ada yang bisa menduga. Tetapi semoga meningkat,” kata Hasan kepada Katadata.co.id, Selasa (15/9).
Namun Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Janu Suryanto sempat menyampaikan, produsen ponsel dan perangkat akan tertarik masuk dan berinvestasi di Indonesia dengan adanya aturan IMEI. Ini karena permintaan ponsel ilegal akan tertekan.
Selain itu, aturan IMEI diklaim dapat meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga mengatakan, aturan IMEI dapat meminimalkan peredaran ponsel ilegal sehingga risiko penjualan yang ditanggung distributor menurun. Namun kebijakan ini tak lantas mendorong penjualan gadget.
Perlu ada inovasi dalam pemasaran agar penjualan distributor ponsel tak kalah saing dengan e-commerce. "Toko online tidak perlu gerai, sehingga harganya lebih murah,” kata Nico kepada Katadata.co.id, akhir tahun lalu (21/10/2019).
Berdasarkan data International Data Corporation (IDC), penjualan ponsel di Indonesia turun 7% secara tahunan (year on year/yoy) dan 24,1% per kuartalan (quarter to quarter/qtq) pada kuartal I. Ini disebabkan oleh daya beli masyarakat yang menurun imbas pandemi Covid-19.
Riset Counterpoint Technology Market Research pun menunjukkan, penjualan smartphone di Indonesia turun 20% yoy pada kuartal II. Namun ponsel buatan Tiongkok menguasai pangsa pasar Tanah Air, sebagaimana tecermin pada Databoks di bawah ini:
Kendati begitu, penjualan ponsel secara online meningkat 70% yoy, sehingga porsinya menjadi 19% atau yang tertinggi sepanjang masa. Namun ASPI menemukan beberapa ponsel ilegal dijual melalui platform e-commerce.
Katadata.co.id pun mengonfirmasi porsi penjualan ponsel terhadap total transaksi di Shopee, Bukalapak, dan Tokopedia. Bukalapak dan Shopee belum menjawab permintaan konfirmasi.
Sedangkan External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya tidak dapat membagikan data spesifik terkait transaksi. Namun ia menyampaikan bahwa perusahaan aktif mengimbau penjual untuk memastikan bahwa produk yang dijual sesuai peraturan.
“Kami juga terus melarang tayang produk dan/atau toko yang melanggar, serta melakukan aksi proaktif untuk menjaga aktivitas dalam platform Tokopedia tetap sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Ekhel kepada Katadata.co.id.
Hal senada juga sempat disampaikan oleh Head of Corporate Communications Bukalapak Intan Wibisono. "Kami memiliki tim yang memonitor jenis barang yang dijual, untuk memastikan semua mitra memenuhi aturan,” ujar dia, pada Juni lalu (18/6).
Juru bicara Shopee juga mengatakan, perusahaan bekerja sama dengan para penjual dan produsen untuk memastikan produk elektronik yang dijual di platform legal. “Ada kebijakan baru atas aturan IMEI, yakni melalui Push Notification,” katanya.
Kominfo sempat menyampaikan, konsumen yang terlanjur membeli ponsel ilegal secara online, semestinya bisa langsung mengembalikan perangkat ke penjual dan meminta pengembalian uang (refund).
Selain mendorong minat investasi, penerapan aturan IMEI secara efektif dapat mendongkrak penerimaan negara. Pemerintah sempat menyebutkan bahwa penerimaan negara bisa terdongkrak Rp 2 triliun.
APSI juga memperkirakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kehilangan potensi pajak sekitar Rp 2 triliun hingga Rp 3 triliun per tahun. Ini karena pemerintah tidak dapat memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% atas penjualan ponsel ilegal.
Hal itu dengan perhitungan 10 juta ponsel BM seharga Rp 2 juta per gawai, beredar setiap tahunnya. Itu artinya, pemerintah kehilangan 10% dari perkiraan total transaksi Rp 20 juta.
Belum lagi, jika ponsel ilegal yang masuk ke Indonesia merupakan buatan luar negeri. Pemerintah dapat kehilangan potensi Pajak Penghasilan (PPh) 7,5% per gawai.