Maxim Pastikan Tarif Ojol dan Taksi Online Naik jika Ada Aturan ERP
Tarif ojol alias ojek online dan taksi online Maxim akan melonjak jika kebijakan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP) jadi diterapkan. Maxim menegaskan, biaya ERP akan dibebankan kepada konsumen.
Development Manager Maxim Indonesia Imam Mutamad Azhar mengatakan, perusahaan tidak akan membebani biaya ERP kepada pengemudi taksi dan ojek online. “Ini akan dibayar oleh pengguna,” kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (17/1).
Namun perusahaan akan mengatur sistem agar jalur perjalanan menghindari jalan berbayar atau ERP.
Oleh karena itu, tarif ojol dan taksi online kemungkinan naik karena dua hal:
- Konsumen harus membayar biaya ERP
- Konsumen membayar tarif ojol dan taksi online lebih tinggi karena jaraknya lebih jauh guna menghindari ERP
Katadata.co.id mengonfirmasi kepada Gojek dan Grab soal dampak kebijakan jalan berbayar ERP kepada tarif ojol dan taksi online. Namun belum ada tanggapan.
Sedangkan sekitar 500 pengemudi ojek online demo terkait jalan berbayar ERP di depan Kantor DPRD Jakarta, pada Rabu (25/1).
Sebab sekalipun aplikator seperti Maxim tidak membebankan biaya ERP ke driver, ini akan memberatkan konsumen. Kenaikan biaya ojol dan taksi online bisa mengurangi minat pelanggan menggunakan layanan.
“Kami menolak,” kata Sekretaris Jenderal Perkumpulan Armada Sewa Indonesia (PAS INDONESIA) Wiwit Sudarsono kepada Katadata.co.id, Rabu (25/1).
Ia menyayangkan pengemudi taksi dan ojek online tetap harus membayar di jalan berbayar ERP. “Padahal driver taksi online dan ojol termasuk kendaraan umum meskipun berpelat hitam,” katanya.
Wiwit menyampaikan, pengemudi taksi dan ojek online diakui sebagai angkutan umum dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 tentang Ojol dan Permenhub Nomor 118 mengenai taksi online.
Kedua Permenhub itu merupakan turunan dari UU Nomor 22 tahun 2009 Pasal 1 Ayat 10.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan jalan berbayar elektronik atau ERP secara bertahap. “Sampai 25 titik," kata Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ketika meninjau proses administrasi di Kantor Kelurahan Kembangan Selatan, Jakarta Barat, seperti dikutip dari Antara, Rabu (25/1).
Secara rinci, 25 ruas jalan itu yakni:
- Jalan Pintu Besar Selatan
- Jalan Gajah Mada
- Jalan Hayam Wuruk
- Jalan Majapahit
- Jalan Medan Merdeka Barat
- Jalan Moh. Husni Thamrin
- Jalan Jenderal Sudirman
- Jalan Sisingamaraja
- Jalan Panglima Polim
- Jalan Fatmawati (simpang Jalan Ketimun 1 - simpang Jalan TB Simatupang)
- Jalan Suryopranoto
- Jalan Balikpapan
- Jalan Kyai Caringin
- Jalan Tomang Raya
- Jalan Jenderal S. Parman (simpang Jalan Tomang Raya - simpang Jalan Gatot Subroto)
- Jalan Gatot Subroto
- Jalan MT Haryono
- Jalan DI Panjaitan
- Jalan Jenderal A. Yani (simpang Jalan Bekasi Timur Raya-simpang Jalan Perintis Kemerdekaan)
- Jalan Pramuka
- Jalan Salemba Raya
- Jalan Kramat Raya
- Jalan Pasar Senen
- Jalan Gunung Sahari
- Jalan HR Rasuna Said
ERP di Jakarta rencananya berlaku setiap hari mulai Pukul 05.00 hingga 22.00 WIB di 25 ruas jalan ibu kota sepanjang 54 kilometer (km). Tarif yang diusulkan berkisar Rp 5.000 – Rp 19.000.
Pemprov DKI Jakarta menargetkan regulasi jalan berbayar atau ERP selesai tahun ini. Hal itu masih dibahas dalam Rancangan Perda tentang Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik masih dibahas bersama DPRD DKI Jakarta.
Sembari menunggu penyelesaian regulasi, Pemprov DKI Jakarta akan mengutamakan layanan transportasi publik misalnya, TransJakarta, LRT dan MRT Jakarta untuk menekan kemacetan di ibu kota.
Kendaraan yang dikecualikan dalam aturan jalan berbayar yakni:
- Sepeda listrik
- Kendaraan bermotor berpelat kuning
- Kendaraan Dinas operasional instansi
- Pemerintah & TNI/Polri
- Kendaraan Korps diplomatik negara asing
- Kendaraan ambulans
- Kendaraan jenazah
- Kendaraan pemadam kebakaran