Streaming Film Ilegal Raup Rp 19 T, Diduga Berkat Google dan Facebook
Platform streaming film, acara televisi (TV), dan gim diperkirakan meraup US$ 1,34 miliar atau sekitar Rp 19,2 triliun per tahun dari pendapatan iklan. Google, Facebook, dan Amazon disebut berkontribusi besar.
Penelitian Digital Citizens Alliance dan White Bullet mengkaji tentang bagaimana merek dan perantara periklanan mendukung operator situs web dan aplikasi pembajakan ilegal melalui penempatan iklan.
Pendiri sekaligus CEO White Bullet Peter Szyszko menegaskan, laporan itu menggunakan teknologi kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI) untuk melacak aktivitas ilegal dan memajukan solusi.
“Dengan menghubungkan pemilik hak dan industri periklanan dengan data real-time tentang risiko pembajakan, semua pihak dapat mengambil tindakan,” kata Szyszko dalam keterangan pers, pertengahan tahun lalu (12/8/2021).
Penelitian menemukan bahwa iklan untuk Amazon, Facebook, dan Google menyumbang 73% dari semua iklan merek utama yang sering muncul di aplikasi streaming film hingga game bajakan.
Namun, ada penurunan signifikan iklan Amazon yang muncul di situs streaming film hingga game bajakan. “Ini menunjukkan bahwa masalah dapat diatasi ketika merek menjadikannya prioritas,” ujar White Bullet.
Merek yang menempatkan iklan digital paling banyak di situs web maupun aplikasi streaming film hingga game ilegal, mencakup perusahaan Fortune 500. Mereka adalah salah satu sumber pendapatan utama bagi operator pembajak.
Merek utama membayar operator streaming film hingga game bajakan sekitar US$ 100 juta pada 2020 untuk beriklan. Satu dari empat iklan di aplikasi bajakan berasal dari perusahaan terkenal.
Situs web teratas yang menawarkan konten film hingga game curian menghasilkan pendapatan iklan tahunan global US$ 1,08 miliar. Penyelidikan menemukan bahwa lima pemain utama meraup rata-rata US$ 18,3 juta dari iklan.
“Banyak dari situs web ini berada dalam keadaan churn yang konstan. Ini artinya mereka mengubah domain dan mengarahkan ulang untuk menghindari penegakan dan melewati daftar blokir iklan,” kata White Bullet.
Sedangkan aplikasi teratas yang menawarkan konten curian menghasilkan US$ 259 juta pendapatan iklan tahunan secara global. Lima pemain teratas menghasilkan pendapatan iklan rata-rata US$ 27,6 juta.
“Aplikasi menjadi bagian yang lebih kecil dari kue pembajakan dibandingkan situs web, tetapi mereka tumbuh lebih cepat,” ujar peneliti.
White Bullet meninjau 664 miliar tayangan iklan di situs web dan aplikasi streaming film hingga game bajakan. Hasilnya, kira-kira satu dari tiga platform memiliki iklan berisiko terpapar modus phising atau penipuan dan malware.
Konsumen yang mengatakan bahwa mereka mengunjungi situs web dan aplikasi bajakan dua hingga tiga kali lebih mungkin melaporkan masalah malware, berdasarkan survei terhadap 2.126 responden pada Juli 2021.
Survei lanjutan mengungkapkan, dua dari lima orang Amerika melaporkan bahwa mereka kurang memikirkan perusahaan-perusahaan yang beriklan di situs web dan aplikasi streaming film hingga game bajakan.
Penelitian juga menemukan bahwa pengguna internet melaporkan bahwa iklan merek membuat situs web dan aplikasi bajakan tampak lebih kredibel.
“Sudah terlalu lama, pembajakan online diperlakukan sebagai gangguan dan bukan industri multi-miliar dolar yang memancing konsumen mengekspos mereka pada penipuan dan malware, merusak reputasi merek dan ekosistem periklanan secara keseluruhan, merugikan pembuat konten, dan menimbulkan tantangan baru penegakan hukum,” kata Direktur Eksekutif Digital Citizens Tom Galvin.
“Sudah waktunya bagi perusahaan Fortune 100 dan industri periklanan yang sah untuk berhenti menyalurkan puluhan juta dolar kepada penjahat,” tambah dia.