DPR Nilai Denda KPPU Rp 202,5 Miliar ke Google Masih Terlalu Kecil

Ringkasan
- Hari Internasional Perempuan dan Anak Perempuan dalam Sains mengakui kontribusi perempuan dalam ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM).
- Peringatan ini bertujuan untuk mendorong partisipasi perempuan dalam STEM dan merayakan perempuan yang telah menginspirasi di bidang sains.
- Peringatan ini juga membantu mengatasi ketidakseimbangan gender dalam STEM dan mendorong inovasi dan kemajuan ilmiah dengan memastikan keterlibatan seluruh potensi manusia.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Sukamta menilai denda yang dikenakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap Google sebesar Rp 202,5 miliar tergolong kecil. Ia juga menyayangkan ketidakhadiran Google dalam sidang yang digelar KPPU.
“KPPU mendenda Google itu denda kecil. Terus mereka enggak hadir (di sidang KPPU),” kata Sukamta dalam rapat Panja Judi Online dengan Komisi Digital dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) di DPR, Jakarta, pada Rabu (22/1).
Sukamta mengungkapkan, Google telah menghadapi kasus serupa di luar negeri dengan denda yang jauh lebih besar. Di Amerika Serikat, Google digugat terkait praktik monopoli pasar mesin pencarian.
Di Eropa, Komisi Eropa menjatuhkan denda 2,4 miliar Euro (sekitar Rp 40 triliun) karena pelanggaran terkait praktik antipersaingan. Sementara Korea Selatan mendenda Google Rp 2,5 triliun karena penyalahgunaan posisi dominan dalam sistem operasi seluler.
Terkait ketidakhadiran Google dalam sidang KPPU pada Selasa (21/1), Sukamta menyatakan kekecewaannya, “Kita kayak diremehkan, di pengadilan enggak datang tapi malah minta banding.”
Google Banding Putusan KPPU
Google menolak keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait pelanggaran aturan persaingan usaha sehat di Indonesia.
Perusahaan raksasa itu akan mengajukan banding atas keputusan KPPU tersebut. "Kami meyakini bahwa praktik yang kami terapkan saat ini berdampak positif pada ekosistem aplikasi di Indonesia,” kata perwakilan Google, dikutip dari pernyataan resmi, Rabu (22/1).
Google menganggap mereka mendorong terciptanya lingkungan yang sehat dan kompetitif, melalui penyediaan platform yang aman, akses ke pasar global, serta keberagaman pilihan, termasuk alternatif sistem penagihan sesuai pilihan pengguna (User Choice Billing). Google menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan banyak kontribusi positif bagi para pengembang aplikasi di Indonesia.
Sebelumnya, KPPU menjatuhkan denda Rp 202,5 miliar kepada Google atas pelanggaran UU No 5 Tahun 2019 tentang Praktik Monopoli. Google dinyatakan bersalah karena kebijakan Google Play Billing (GPB) yang merugikan pengembang aplikasi di Google Play Store.
Kebijakan ini dinilai menutup peluang pengembang untuk menggunakan sistem pembayaran lain yang lebih kompetitif, dengan tarif layanan mencapai 15-30% dari pembelian aplikasi.
Menurut Ketua Majelis Komisioner KPPU, Hilman Pujana, Google terbukti melanggar Pasal 25 Ayat 1 Huruf B dan Pasal 17 UU Nomor 5 Tahun 1999, yang melarang praktik monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan.
KPPU juga menilai bahwa kebijakan GPB menyebabkan hilangnya persaingan secara substansial di pasar.
Selain Kena Denda, Berikut Putusan KPPU:
- Menghentikan kewajiban penggunaan Google Play Billing di platform Google Play Store.
- Memberikan insentif berupa pengurangan biaya layanan minimal 5% kepada pengembang aplikasi yang mengikuti program User Choice Billing selama satu tahun setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap.
- Membayar denda keterlambatan sebesar 2% per bulan jika tidak melaksanakan kewajiban pembayaran sesuai jadwal.
- Menyerahkan jaminan bank sebesar 20% dari nilai denda jika mengajukan keberatan.
Denda yang dijatuhkan kepada Google akan disetorkan ke kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Google diberi waktu 14 hari untuk mengajukan keberatan terhadap putusan ini. Jika tidak mengajukan keberatan, maka putusan dianggap diterima penuh oleh Google.