Industri Kreatif Butuh Insentif Pajak Sesuai Karakter Bisnisnya
Pemerintah memposisikan industri kreatif sebagai kekuatan baru perekonomian pada masa mendatang. Seperti halnya sektor usaha lain, Badan Ekonomi Kreatif menilai bidang ini juga membutuhkan insentif pajak untuk mengakselerasi aktivitas bisnis.
Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky J. Pesik berpendapat, pelonggaran pajak yang ada belum tepat untuk diadopsi industri kreatif. Karakter bisnis di bidang ini, salah satunya menjadikan kekayaan intelektual sebagai modal utama, serta produksi dilakukan secara artisan.
(Baca juga: Tanpa SDM Penilai, Kekayaan Intelektual Tak Bisa Jadi Agunan Kredit)
"Kebijakan insentif (untuk ekspor) sekarang memang sudah banyak tetapi masih bersifat untuk komoditas dan produk-produk yang diproduksi secara massal," tuturnya kepada Katadata.co.id, Jumat (21/12).
Ricky menyatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain untuk menyempurnakan ekosistem insentif untuk ekonomi kreatif. Ketatnya persaingan bisnis kreatif mengharuskan pemerintah turun tangan secara menyeluruh.
(Baca juga: 2019, Bekraf Optimalkan Pasar Lokal Sembari Genjot Ekspor)
Tantangan bagi pengusaha kreatif tidak hanya soal meningkatkan kinerja ekspor tetapi juga memperbesar pangsa di pasar domestik. Pasalnya, sejumlah negara tujuan ekspor produk kreatif Indonesia notabene juga eksportir besar di bidang ini.
"Artinya, benchmark penyempurnaan ekosistem insentif kreatif tetap merujuk ke negara-negara pesaing, khususnya yang dominan di subsektor yang sama. Insentif pajak (di Indonesia) harus diarahkan agar minimal memiliki fasilitas yang sama," ujar Ricky.
(Baca juga: Realisasi Bantuan Pemerintah untuk Ekonomi Kreatif Turun 7,7%)