Indonesia Berpotensi Lahirkan Lebih Banyak Animasi Berkualitas
Mendengar kata animasi, pikiran Anda mungkin langsung teringat beberapa judul anime terkemuka, seperti Naruto karya Masashi Kishimoto dan One Piece buatan Eiichiro Oda. Atau, karya-karya animator global lain.
Reaksi semacam itu tidak salah. Tapi yang pasti, kita juga perlu ingat ada beberapa animator andal anak bangsa, seperti Roni Gani dan Rini Sugianto. Di Indonesia sendiri, sektor animasi merupakan subsektor industri kreatif yang diproyeksikan akan terus tumbuh.
Beberapa judul yang ditangani Roni Gani, misalnya Pacific Rim (2013), Transformer: Age Of Extinction (2014), dan Avengers: Age of Ultron (2015). Sementara Rini Sugianto sukses menggarap The Hobbit: An Unexpected Journey (2012), Iron Man 3 (2013), dan Ready Player One (2018) yang meraih nominasi Oscar 2019 untuk kategori visual efek terbaik.
Berdasarkan data OPUS Outlook Bekraf 2020, terdapat 40.106 masyarakat Indonesia yang bekerja bekerja di subsektor ekonomi kreatif film, animasi, dan video termasuk mereka yang terlibat dalam proyek Hollywood.
Sementara itu, data Asosiasi Industri Animasi Indonesia (AINAKI) per 2020 mencatat, ada 155 studio animasi di Indonesia yang tersebar di 23 kota. Sebagian besar studio animasi tersebut berada di provinsi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Dan sisanya berada di luar Jawa seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bali, Sulawesi Selatan, serta Maluku.
Dalam kurun 2015 - 2019, industri animasi Indonesia tumbuh hingga 153 persen dengan rata-rata kenaikan 26 persen per tahun. Pendapatan dari industri animasi juga naik dari Rp 238 miliar pada 2015, menjadi Rp602 miliar pada 2019. Namun, angka-angka ini mengalami penurunan menjadi Rp 510 miliar pada 2020 akibat pandemi.
Ketua Cimahi Creative Association (CCA) Rudi Siteja menyatakan, apabila pandemi tidak terjadi maka nilai jasa industri animasi dapat mencapai Rp 600 - Rp 800 miliar, dikutip dari laporan AINAKI.
Permintaan industri animasi Indonesia tak hanya datang dari dalam negeri melainkan pula luar negeri. Pemetaan yang dilakukan AINAKI menunjukkan, animasi Indonesia diekspor ke berbagai kawasan dunia termasuk Asia Timur, Eropa, Amerika Utara, dan Timur Tengah.
Beberapa animasi Indonesia yang mendunia ialah Candy Monster (2020), Knight Kris (2017), Kiko and Friends (2016), dan Battle of Surabaya (2015).
Berdasarkan dokumen grand strategis Bekraf tahun 2017 - 2019, peningkatan pendidikan serta peningkatan kualitas dan kuantitas menjadi kunci pengembangan industri animasi di Indonesia.
Melihat potensi industri pengembangan bidang animasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menginisiasi rangkaian Kelas Animasi daring pada September 2021 yang dibuka gratis untuk seluruh masyarakat.
Rangkaian kelas animasi tersebut terbagi dalam delapan sesi yang digelar setiap Sabtu dan Minggu. Pelatihan daring ini mendapat sambutan positif dari masyarakat, dengan jumlah peserta yang mencapai lebih dari 1.400 orang. Materi yang diberikan pada pekan pertama meliputi dasar-dasar pembuatan cerita, pembuatan materi pasca produksi, hingga publikasi karya.
Sejumlah kreator yang berkecimpung di dunia animasi dihadirkan oleh Siberkreasi dan Kominfo sebagai pengampu pelatihan, seperti Fazak Meonk (Si Juki), Nurfadli M. (Tahilalats), Jasmine Surkatty (Komik Ga Jelas), Julian (Sengkelekman), Frankycon (Gloomy Sunday), Fajar Hardia (Ghosty Comic), dan Om Perlente.
Selain teknis pembuatan animasi, peserta juga mendapatkan materi terkait teknik promosi karya. Beberapa nama yang menjadi pemateri kelas ini antara lain Social Media Strategist Eno Bening, CEO Kumata Studio Daryl Wilson, CEO Little Giantz Studio Adittoro, dan CTO Kumata Studio Ruben Adriano.
Peserta juga diberikan sertifikat pada setiap sesi. Dan, apabila peserta menyelesaikan seluruh sesi maka akan diberikan sertifikat kelulusan.
Informasi lebih lanjut tentang GNLD dan literasi digital dapat diakses melalui info.literasidigital.id.