Kompetisi Pasar Ketat, Ekspor Tekstil Tertekan
Industri tekstil masih mengalami tekanan ekspor hingga Februari 2018. Sejumlah pelaku usaha berpendapat hal itu disebabkan antara lain karena ketatnya persaingan, terutama dari negara produsen tekstil yang tengah agresif berekspansi seperti Vietnam.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2018 kembali defisit atau menjadi defisit yang ketiga kali sejak Desember 2017. Sebanyak 5 komoditas ekspor mencatat penurunan terbesar pada Februari 2018, dibandingkan Januari 2018.
(Baca : Perjanjian Dagang Uni Eropa Bakal Naikkan Ekpor Tekstil 3 Kali Lipat)
Salah satu komoditasnya adalah produk tekstil, berupa pakaian jadi bukan rajutan. Pada Februari 2018 dibandingkan dengan Januari 2018, ekspor pakaian jadi bukan rajutan tercatat turun sebesar 12,91% atau sekitar US$ 53,2 juta mengikuti penurunan ekspor alas kaki sebesar 18,19%.
Menanggapi merosotnya ekpor tekstil, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan penurunan ekspor terjadi akibat kompetisi akses pasar. “Selama 5 tahun ekspor tekstil ke Amerika Serikat dan Uni-Eropa menurun,” kata Ade ketika dihubungi Katadata, Jumat (16/3).
Menurut Ade, permintaan tekstil dari kedua tujuan ekspor tersebut mulai beralih Bangladesh dan Vietnam seiring dengan perjanjian dagang yang telah diteken kedua negara dengan Uni-Eropa. Sementara itu. India juga telah mulai melakukan ekspansi untuk produk tekstil ke AS.
(baca juga: Pengusaha Tekstil Minta Pemerintah Percepat Perjanjian Dagang))