Indonesia - Inggris Teken Kerja Sama dalam Penetapan Harga Karbon
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dan Pemerintah Inggris menyepakati kemitraan penetapan harga karbon melalui program Partnering for Accelerated Climate Transition (UK PACT).
Kesepakatan mitigasi iklim tersebut tertuang dalam seremoni penandatanganan dua pihak di Menara Danareksa Jakarta pada Senin (24/7).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa penetapan harga karbon merupakan instrumen sekaligus strategi untuk memitigasi perubahan iklim dengan mempertahankan kenaikan suhu global 1,5 derajat Celcius.
Menurut Luhut, sejumlah negara telah mengadopsi dan menerapkan harga karbon untuk mendorong transisi menuju praktik yang lebih berkelanjutan dan rendah emisi. "Kegiatan ini adalah tindak lanjut dari pakta iklim COP26 dan G20 di Bali," kata Luhut.
Kesepakatan tersebut akan mendukung Kemenko Marves dalam implementasi Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 Tentang Implementasi Penetapan Harga Karbon. Kerja sama tersebut juga akan mendukung kinerja Badan Kebijakan Fiskal dan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Pemerintah Indonesia telah memulai landasan penetapan harga karbon dengan memberlakukan Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon. Regulasi tersebut disusul oleh langkah Kementerian ESDM dengan menerbitkan Peraturan Menteri tentang Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon Sub Bidang Pembangkit Listrik.
Luhut melanjutkan pemerintah berencana berencana untuk meluncurkan perdagangan karbon pada bulan September 2023, sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan mencapai emisi net-zero pada tahun 2060.
Melalui kebijakan tersebut, Indonesia mengejar target pemangkasan emisi hingga lebih dari 30% pada tahun 2030. "Saya kira ini suatu kebanggan dan pre launcing dilakukan bulan depan, sementara launching lengkapnya September," ujar Luhut.
Setiap negara dapat menetapkan kebijakan harga karbon yang berbeda. Namun, menurut Bank Dunia, harga karbon yang ideal untuk mencegah pemanasan global berkisar antara US$40-80 per metrik ton CO2 pada 2020, lalu dinaikkan hingga mencapai kisaran US$50-100 per metrik ton pada 2030.
Kebijakan harga karbon juga dapat diterapkan lewat berbagai skema, seperti perdagangan izin emisi karbon (carbon trading), pengimbangan tingkat emisi dan penyerapan karbon (carbon offset), atau pajak karbon (carbon tax).
"Harga karbon memberi sinyal ekonomi kepada para penghasil emisi. Mereka bisa memutuskan untuk menurunkan emisi, atau terus menghasilkan emisi dan membayar harganya," kata Bank Dunia di situs resminya.
"Kebijakan ini dapat membantu menggerakkan investasi keuangan untuk teknologi bersih, inovasi pasar, dan mendorong pertumbuhan ekonomi baru yang rendah emisi karbon," lanjut Bank Dunia.
Berdasarkan laporan Bloomberg NEF, negara G20 yang menetapkan harga karbon termahal adalah Inggris, dengan tarif rata-rata US$83 per metrik ton CO2.
"Eropa dan Kanada adalah pemimpin G20 dalam hal kebijakan karbon yang kuat. Harga karbon yang mereka tetapkan sudah cukup sesuai, bahkan di atas level yang diperlukan untuk membatasi pemanasan global hingga 2 derajat Celcius," kata Bloomberg NEF dalam laporan Climate Policy Factbook COP27 Edition.