Proses Sertifikasi RSPO Berpotensi Jadi Greenwashing
Organisasi nirlaba Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia memberikan beberapa catatan terkait keberadaan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dalam memperbaiki tata kelola perkebunan kelapa sawit. Proses sertifikasi RSPO dinilai berpotensi menjadi greenwashing bila tidak dijalankan dengan benar.
Greenwashing adalah strategi pemasaran atau komunikasi untuk membuat sesuatu tampak berkelanjutan (sustainable).
"Selama 20 tahun atau dua dekade berdiri RSPO sebenarnya telah gagal memenuhi misinya untuk menjadikan industri sawit berkelanjutan," kata Direktur Eksekutif Tuk Indonesia Linda Rosalina dikutip dari Antara, Selasa (21/11).
Tuk Indonesia memiliki empat catatan terkait keberadaan RSPO yang merupakan organisasi dari berbagai sektor industri kelapa sawit tersebut.
1. RSPO dinilai tidak menyelesaikan kasus masyarakat seperti yang dialami oleh masyarakat adat Kerunang dan Entapang yang berada di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Linda mengatakan, masyarakat adat Kerunang dan Entapang sedang berkonflik dengan PT Mitra Austral Sejahtera (MAS) anak usaha salah satu grup perusahaan besar di Malaysia.
Menurut dia, keputusan RSPO yang menolak aduan warga Kerunang dan Entapang selama 11 tahun berproses dengan alasan kurangnya bukti itu sangat tidak manusiawi.
"Bukannya menindak anggotanya yang melakukan perampasan lahan, RSPO malah membiarkan dan mengabaikan bukti yang dibawa masyarakat berupa hukum adat derasah," ujarnya.
2. Isu-isu yang berhubungan dengan kewajiban plasma masih diabaikan oleh anggota RSPO
Linda mencontohkan kasus yang melibatkan warga di Desa Biru Maju, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah yang sedang berkonflik dengan PT Buana Artha Sejahtera (BAS).