Bank Dunia: 70% Bencana Alam RI Berkaitan dengan Perubahan Iklim

Tia Dwitiani Komalasari
14 Desember 2023, 19:01
Foto udara pemukiman penduduk yang terendam banjir di Desa Pasi Masjid, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (12/12/2023).
ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/YU
Foto udara pemukiman penduduk yang terendam banjir di Desa Pasi Masjid, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Selasa (12/12/2023).

Laporan terbaru Bank Dunia menyebutkan Indonesia rentan terhadap guncangan iklim. Sebanyak 70 persen bencana alam yang berkaitan dengan iklim, dan cenderung berlanjut.

Berdasarkan catatan Bank Dunia,  Indonesia mengalami lebih dari 300 kali bencana alam antara 1990-2021. Peristiwa tersebut termasuk 200 banjir yang berdampak terhadap lebih dari 11 juta penduduk.

Naiknya suhu permukaan air laut disebabkan oleh siklon tropis yang semakin parah, sementara curah hujan yang lebih deras akan semakin memperburuk banjir dan tanah longsor. Peristiwa El Niño yang lebih sering berpotensi meningkatkan risiko kekeringan, kebakaran, dan pasokan air.

"Oleh karena itu, langkah-langkah adaptasi yang penting seperti pembentukan dana bersama untuk mengurangi risiko bencana (disaster risk pooling fund) diambil sebagai respon," tulis laporan Bank Dunia, dikutip Kamis (14/12).

Emisi GRK Meningkat

Selain guncangan iklim, Bank Dunia juga menyoroti tentang emisi yang dihasilkan di Indonesia.

Pertumbuhan yang kuat dan pengentasan kemiskinan di Indonesia dalam 20 tahun terakhir bergerak secara paralel dengan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Perluasan pembangunan infrastruktur, akses universal terhadap listrik, urbanisasi, dan lapangan kerja non-pertanian telah menyumbang sekitar 5 persen pertumbuhan per tahun secara rata-rata selama periode ini.

Angka kemiskinan turun dari 19 persen pada tahun 2000 menjadi 9,5 persen pada tahun 2022. Keuntungan ekonomi juga berarti peningkatan emisi.

Indonesia menyumbang 3,5% dari emisi global, relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara sejawat.  Negara sejawat tersebut di antaranya Nigeria, Tiongkok, India, Ukraina, Thailand, Filipina, Meksiko, Republik Arab Mesir, Federasi Rusia dan Brasil. Negara-negara tersebut dipilih berdasarkan kemiripan statistik dalam hal jumlah penduduk, PDB per kapita dan total PDB.

Mayoritas Emisi GRK dari Sumber Berbasis Lahan

Sebagian besar emisi GRK Indonesia berasal dari sumber-sumber berbasis lahan, yang diikuti oleh energi. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menunjukkan penggundulan dan kebakaran hutan menyumbang sekitar 42 persen dari total emisi antara tahun 2000-2020.

Kegiatan pertanian dan kehutanan seperti pengambilan kayu dan budidaya sawit merupakan penyebab signifikan penggundulan hutan, meskipun aksi-aksi kebijakan telah secara signifikan mengurangi dampaknya dalam beberapa tahun terakhir.

Pasokan energi primer seperti batubara, minyak, dan gas bumi, merupakan sumber emisi terbesar kedua, yang menyumbang sekitar 39 persen emisi antara tahun 2000-2020. Sekitar 93 persen pasokan energi primer berasal dari bahan bakar fosil, yaitu batubara (43 persen), minyak bumi (31 persen), dan gas bumi (19 persen). Porsi batubara untuk pembangkit tenaga listrik semakin meningkat selama periode ini. 

Penggundulan Hutan Berkurang

Indonesia telah membuat komitmen dan kemajuan penting dalam menangani tantangan-tantangan tersebut. Di sektor hutan dan tata guna lahan, penggundulan hutan telah berkurang dari rata-rata 1,08 juta hektar (ha) per tahun antara tahun 2000- 2007 menjadi rata-rata 0,11 juta ha per tahun pada tahun 2019-2022, angka terendah sejak tahun 1990.

Pemerintah Indonesia bermaksud melaksanakan FOLU (penggunaan lahan dan pemanfaatan hutan) untuk penyerapan karbon tahun 2030 (yaitu, emisi bersih negatif) berdasarkan Rencana FOLU Net Sink 2030.4

Di sektor energi, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk meninggalkan penggunaan batubara. Peraturan Presiden No. 112/2022 mencabut batasan harga energi terbarukan dan mengatur harga yang lebih tinggi berdasarkan perbedaan teknologi energi terbarukan, ukuran, dan lokasi.

Perpres ini juga menetapkan prinsip-prinsip yang kompetitif untuk pengadaan teknologi energi terbarukan seperti Solar PV dan memberikan dukungan fiskal langsung kepada perusahaan listrik negara PLN untuk kapasitas terbarukan yang baru.

"Meskipun kebijakan spesifik-sektor untuk mitigasi dibutuhkan, akan sangat efektif jika kebijakan tersebut dilengkapi dengan kebijakan pendukung di bidang fiskal, keuangan, dan perdagangan," tulis rekomendasi Bank Dunia. 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...