OJK Luncurkan Panduan yang Mengukur Dampak Iklim pada Kinerja Bank

Rena Laila Wuri
4 Maret 2024, 13:27
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memberikan sambutan saat peluncuran Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) 2023-2027 di Jakarta, Selasa (12/12/23). Peta Jalan Pengawasan PEPK 2023-202
ANTARA FOTO/Humas OJK/YU
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memberikan sambutan saat peluncuran Peta Jalan Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) 2023-2027 di Jakarta, Selasa (12/12/23). Peta Jalan Pengawasan PEPK 2023-2027 bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang terliterasi, terinklusi dan terlindungi, serta menciptakan pelaku usaha jasa keuangan yang berintegritas.
Button AI Summarize

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan panduan climate risk management and scenario analysis (CRMS) atau manajemen risiko iklim dan analisis skenario. Peluncuran CRMS bagi perbankan disebut sebagai salah satu bentuk dukungan OJK dalam pengelolaan risiko pengelolaan iklim. 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan peluncuran ini juga merupakan aksi nyata terhadap target nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) tahun 2060.

“Menjadi peran bagi kita semua stakeholders termasuk sektor perbankan yang memiliki peran besar dalam menyalurkan pembiayaan rendah karbon sesuai arah kebijakan pemerintah," kata Dian dalam Peluncuran CRMS bertanjuk “Indonesian Banking Road to Net Zero Emissions” di Jakarta, Senin (4/2).

Dian mengatakan, terdapat tiga alsan darurat yang melatarbelakangi peluncuran CRMS bagi perbankan ini. Pertama, Indonesia rentan terhadap perubahan iklim. 

Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan risiko fisik terbesar di dunia. Sedangkan dari risiko transisi, Indonesia menduduki peringkat ke-7 negara di dunia.

“Indonesia menghasilkan emisi karbon tertinggi dengan share sebesar 2,3%,” ucapnya.

Urgensi kedua adalah komitmen global dalam pencapaian NZE di 2050 yang dicanangkan pada Paris Agreement. Komitmen tersebut diturunkan menjadi target NZE Indonesia di 2060 atau lebih cepat.

Pada COP 28 lalu, komitmen tersebut semakin kuat dengan adanya inisiatif berbagai pendanaan terhadap perubahan iklim. Selain itu, kebijakan lainnya juga sudah mulai diterapkan, seperti pembatasan penggunaan energi fosil dan pajak karbon.

"Hal ini akan berdampak terhadap lanskap perekonomian dan dunia usaha khususnya pada sektor yang masuk dalam kategori carbonintensive," ujarnya. 

Urgensi selanjutnya terkait sektor perbankan. Dia mengatakan, The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) telah menerbitkan Consultative Document “Principles for the Effective Management and Supervision of climate-related financial risks” yang mendorong sektor perbankan untuk mulai mengintegrasikan risiko iklim ke dalam kinerja keuangan termasuk pengungkapannya.

Hal ini diperkuat dengan adanya inisiatif pengembangan model sebagai dasar pengukuran dampak risiko iklim oleh Central Banks and Supervisors Network for Greening Financial System atau NGFS yang merupakan Asosiasi Bank Sentral dan Otoritas Pengawas di dunia dalam menggerakkan respon terhadap isu iklim/pencapaian Paris Agreement.

Halaman:
Reporter: Rena Laila Wuri
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...