Perubahan Iklim Ciptakan Pasar Baru Sektor Properti di Asia Tenggara

Tia Dwitiani Komalasari
4 Juni 2024, 21:32
Seorang pengunjung mengambil gambar model properti ramah lingkungan pada World Cities Summit Exhibition di Singapura, Selasa (4/6).
Dokumen Singapore International Foundation
Seorang pengunjung mengambil gambar model properti ramah lingkungan pada World Cities Summit Exhibition di Singapura, Selasa (4/6).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Perubahan iklim menciptakan peluang baru di pasar properti Asia Tenggara. Para konsumen bahkan bersedia membayar lebih untuk rumah yang lebih ramah lingkungan.

Chief Executive Officer and Managing Director PropertyGuru Group, Hari V. Krishnan, dalam salah satu jajak pendapat terbaru mereka di Singapura menyatakan 80% warga negara tersebut bersedia membayar lebih untuk rumah yang dibangun dengan material dan memiliki konsep ramah lingkungan.

“Saya pikir satu hal yang menarik adalah masyarakat di belahan dunia ini semakin menerima kenyataan bahwa mereka hidup di dunia yang sangat terkena dampak negatif perubahan iklim seperti yang telah dibahas beberapa kali dalam panel ini,” ujar Hari saat menjadi pembicara dalam World Cities Summit yang diselenggarakan di Singapura, Selasa (4/6).

Dia mengatakan, peluang tersebut tidak hanya di properti, namun juga sektor lainnya. Misalnya saja proyek-proyek kehutanan di Bangkok yang fokus pada sektor keberlanjutan.

Menurut Hari, perusahaannya telah menjadi platform yang menjadi pilihan konsumen bagi orang-orang yang melihat properti residensial di Asia Tenggara. Berdasarkan pengalaman tersebut, pihaknya memprediksi sebanyak 90 juta orang di Asia Tenggara akan pindah ke perkotaan. Pada 2050, 75% populasi akan tinggal di perumahan perkotaan.

“Itu adalah migrasi penduduk yang sangat besar dari desa ke kota,” ujarnya.

Hari mengatakan, kondisi tersebut menimbulkan masalah baru dimana harga rumah akan semakin tidak terjangkau. Akibatnya, sebagian pendudukan perkotaan akan tinggal di daerah-daerah penyangga. 

Perubahan Iklim dan Populasi yang Menua

Sebelumnya, Menteri Pembangunan Nasional dan Penanggung Jawab Integrasi Layanan Sosial Singapura, Desmond Lee, mengatakan krisis iklim dan populasi penduduk  yang menua akan menjadi permasalahan yang dihadapi kota-kota di dunia pada masa depan. Dua poin tersebut menjadi pembahasan dalam Forum Walikota KTT Kota Dunia ke-13 yang diselenggarakan di Singapura

"Pada 2050, satu dari enam orang di dunia akan berusia lanjut 65 ke atas," kata Desmond Lee pada pembukaan Forum Walikota KTT Kota Dunia ke-13, di Singapura, Minggu (2/6).

Dia mengatakan, perubahan iklim dan populasi yang menua menjadi dua tantangan mendesak yang harus dihadapi banyak kota di dunia. Singapura bahkan sudah lebih dulu mengalami fenomena tersebut.

"Saat ini, satu dari enam orang sudah berusia 65 tahun ke atas. Jumlah ini akan meningkat menjadi satu dari empat orang 2030," ujarnya.

Dia mengatakan, kita perlu meremajakan rumah dan lingkungan agar para orang lanjut usia atau lansia dapat hidup mandiri dan menua dengan anggun di tahun-tahun emasnya.

Desmond Lee mengatakan, tantangan kedua adalah krisis iklim yang sudah dialami kota-kota di dunia. Peristiwa cuaca ekstrem menjadi lebih sering terjadi dan intens.

"Ini bukan hanya persoalan lingkungan hidup, namun ancaman," ujarnya.

Dia mengatakan, Singapura juga merupakan negara yang rentan terdampak kenaikan permukaan laut. Singapura merupakan negara kota kepulauan kecil yang terletak di dataran rendah. Pada akhir abad ini, permukaan air laut rata-rata diperkirakan akan naik hingga 1,15 meter atau lebih.

Selain itu, cuaca juga diperkirakan akan menjadi lebih hangat, dengan rata-rata tahunan suhu meningkat antara 0,6 dan 5 derajat Celcius pada akhir abad ini.

"Kami perlu memastikan bahwa infrastruktur kita tahan terhadap banjir dan panas," ujarnya.

Forum Walikota KTT Kota Dunia ke-13 diselenggarakan pada 2-4 Juni 2024 di Singapura. Forum ini dihadiri 80 walikota dari seluruh dunia.

Kota Kreatif

Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Sandiaga Uno, mengatakan sebuah kota tidak hanya harus berkelanjutan namun juga pintar atau disebut smart city. Smartcity juga berarti bahwa sebuah kota juga harus menjadi kreatif.

“Kota kreatif membangun potensi di sektor kreatif hingga menambah nilai ekonomi, daya saing, dan keberlanjutan,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam agenda yang sama, Selasa (4/6).

Sandiaga Uno
Sandiaga Uno (Dokumen Singapore International Foundation)

Dia mengatakan, saat ini terdapat lima kota di Indonesia yang telah diakui sebagai kota kreatif oleh United Nations World Tourism Organization.  Pertama yaitu Bandung sebagai Kota Desain Dunia atau City of Design, Jakarta sebagai Kota Sastra yang masuk dalam Jejaring Kota Kreatif UNESCO (UNESCO Creative Cities Network).

Selain Jakarta, Pekalongan diungkapkannya masuk dalam UNESCO Creative Cities Network dalam kategori kerajinan dan kesenian rakyat. Kemudian, Ambon yang dikenal sebagai Kota Musik Dunia dan Solo sebagai Kota Seni Pertunjukan dan Budaya.

“Kota-kota yg ke depannya memiliki tantangan bermacam dan beragam, itu harus mampu menampilkan kreatifitas dari masyarakatnya,” ujarnya.

Jurnalis Katadata Green mengikuti Driving Towards a Sustainable and Resilient Singapore Visiting Journalist Programme di Singapura pada 3-6 Juni 2024. Program tersebut diinisiasi oleh Singapore International Foundation (SIF). Salah satu dari agenda itu adalah mengikuti World Cities Summit.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...