Greenpeace Kembalikan Sampah Kemasan Plastik ke Unilever
Para aktivis Greenpeace Indonesia mengembalikan sampah plastik kemasan produk-produk Unilever di depan Graha Unilever, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan, pada Kamis (20/6). Aksi ini bertujuan meminta pertanggungjawaban dari Unilever untuk mengambil dan mengolah kembali sampah plastik yang mereka hasilkan.
Menurut laporan Audit Merek (Brand Audit) dalam lima tahun terakhir, Unilever merupakan salah satu perusahaan fast moving consumer goods (FMCG) yang selalu masuk ke dalam daftar pencemar tertinggi, baik secara nasional maupun global. Menurut Greenpeace, Audit Merek yang dilakukan di empat negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, mendapati Unilever sebagai pencemar teratas dengan jumlah kemasan plastik sekali pakai sebanyak 1.851 ton.
Greenpeace menyebut secara global Unilever memproduksi saset dan berencana akan menjual 53 miliar saset tahun ini, atau setara dengan 1.700 saset per detik. Saat ini Unilever global membatalkan komitmen sebelumnya untuk mengurangi penggunaan plastik murni sebesar 50% pada 2025. Target yang diperbarui kini berfokus pada pengurangan penggunaan plastik murni sebesar 30% pada 2026.
Greenpeace mengatakan Unilever mengklaim menginginkan dunia yang bebas limbah. Namun, 99,8% kemasan plastiknya saat ini adalah kemasan sekali pakai. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen mewajibkan produsen untuk membuat peta jalan pengurangan sampah dari kemasannya sebesar 30%.
Saat ini baru sebanyak 18 produsen yang melakukan pilot project dari 42 produsen yang telah mempunyai dokumen peta jalan. “Saatnya menagih tanggung jawab Unilever, sebagai salah satu produsen FMCG terbesar di dunia, untuk serius menjalani komitmen pengurangan produksi plastik mereka, serta mendesak mereka untuk membuka peta jalan pengurangan sampahnya,” ujar Ibar Akbar, Plastic Project Lead Greenpeace Indonesia.
Laporan Audit Merek ini melibatkan 25 organisasi di empat negara di Asia, untuk melihat persebaran penjualan kemasan saset di negara-negara Asia. Untuk Asia Tenggara, konsumsi saset hampir mencapai separuh dari pangsa global dengan proyeksi mencapai angka 1,3 triliun saset terjual setiap tahunnya pada 2027.
Unilever: Kami Berinvestasi untuk Mengurangi Sampah
Merespons tudingan Greenpeace Indonesia ini, PT Unilever Indonesia Tbk mengungkapkan bahwa perusahaan telah meningkatkan investasi demi mencari berbagai solusi untuk mengurangi limbah sampah plastik. Unilever juga mengurangi penggunaan kemasan plastik dan menerapkan proses daur ulang.
"Di Indonesia, Unilever telah mengumpulkan dan mengolah lebih banyak sampah plastik daripada yang dijual oleh perusahaan. Pada 2023, Unilever telah mengumpulkan dan memproses 56.159 ton sampah plastik," ujar Direktur Personal Care Unilever Indonesia Ainul Yaqin, dalam Paparan Publik Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Unilever, Kamis (20/6).
Ainul mengatakan, Unilever menghasilkan sekitar 4.000 ton sampah plastik. Akan tetapi, perusahaan memiliki jaringan daur ulang yang telah berkembang menjadi 800 unit yang mencakup produk dari merek-merek perusahaan.
Sejalan dengan hal tersebut, Unilever secara global telah mendirikan pusat penelitian dan pengembangan kemasan. Tim ini terdiri atas 50 ilmuwan material dan insinyur pengemasan, yang menggunakan solusi, serta teknologi terbaru untuk menemukan metode dan peluang baru dalam mengemas produk Unilever.
“Kami telah berkolaborasi dengan grup bisnis kami untuk mengimplementasikan pembelajaran dari uji coba ini dan mengembangkan model yang paling menjanjikan,” kata Ainul. Hingga kini, Unilever telah menjalankan lebih dari 50 uji coba daur ulang di seluruh dunia.