Brasil Tarik Dukungan terhadap Larangan Produk Plastik dalam Negosiasi di Jenewa
Brasil, tuan rumah COP30, menjauh dari proposal-proposal paling ambisius dalam pembicaraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang penghentian polusi plastik yang digelar di Jenewa, Swiss pekan ini. Larangan terhadap beberapa produk plastik, menurut para diplomat dan aktivis, dapat merusak kepercayaan terhadap tujuan iklim negara tersebut.
Sebelas diplomat dari berbagai wilayah mengatakan kepada Climate Home bahwa posisi Brasil kini lebih sejalan dengan produsen minyak besar dalam putaran negosiasi saat ini mengenai perjanjian global baru tentang plastik.
Negara Amerika Latin ini tidak mendukung rencana untuk membatasi produksi plastik yang melonjak dan berkontribusi pada polusi. Sebelumnya, Brasil mendukung proposal yang lebih sempit untuk melarang produk-produk bermasalah tertentu, seperti plastik sekali pakai. Kini, Brasil telah mundur dari posisi tersebut sambil mengaitkan inisiatif seperti desain produk dengan penyediaan dana.
Pekan ini, negara-negara bernegosiasi mengenai perjanjian global baru untuk mengurangi polusi plastik. Namun, negosiasi ini menghadapi jalan buntu setelah negara-negara produsen minyak menentang langkah-langkah untuk mengendalikan produksi dan lebih memilih pendekatan daur ulang.
Teks draf yang diterbitkan oleh ketua pembicaraan pada Rabu (13/8) tidak mencakup referensi untuk membatasi produksi – dan ditolak oleh banyak negara yang menganggap hal ini sebagai garis merah.
Berbicara dalam sidang pleno untuk membahas draf proposal, negosiator utama Brasil Maria Angélica Ikeda mengatakan negaranya menginginkan perjanjian yang “kokoh dan signifikan” dengan “langkah-langkah seimbang” terkait produksi dan konsumsi plastik, serta perlu mencakup bantuan keuangan.
“Kami sebelumnya telah mengatakan dalam sesi INC, ilmu pengetahuan memberitahu kami bahwa kita perlu fokus pada plastik tidak hanya sebagai limbah tetapi sebagai produk itu sendiri. Pendekatan yang seimbang tentu saja diperlukan,” kata Ikeda, seperti dikutip Climate Home. Tidak jelas apakah hal itu termasuk pembatasan produksi.
Juan Carlos Monterrey, kepala delegasi Panama, mengatakan sebelum sesi pleno bahwa sikap Brasil terhadap perjanjian plastik global baru di Jenewa akan mempengaruhi ekspektasi tuan rumah KTT Iklim PBB.
“Apa yang Brasil lakukan di sini — ambisi yang mereka dorong — akan dibaca di seluruh dunia sebagai gambaran awal apa yang akan dibahas di COP30 di Belém,” katanya.
Hampir semua plastik diproduksi menggunakan bahan bakar fosil yang dihasilkan dari pembakaran di pabrik. Produksi plastik diperkirakan akan berlipat ganda atau tiga kali lipat dalam 25 tahun ke depan, hal ini menjadi ancaman bagi upaya membatasi pemanasan global dan menghentikan banjir limbah plastik yang menyumbat lautan Bumi dan mencemari daratannya.
Posisi yang Tidak Jelas atau Ambisi yang Rendah?
Pada pertemuan akhir tahun lalu di Korea, Brasil mendukung larangan terhadap jenis-jenis plastik tertentu yang diusulkan oleh Meksiko dan Swiss. Larangan ini juga didukung oleh lebih dari 100 negara. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi di Jenewa.
Di sini, Brasil menjadi co-facilitator — bersama Jerman — dalam kelompok kerja negosiator yang membahas pasal-pasal paling kontroversial dalam perjanjian. Termasuk, membahas isu-isu seperti langkah-langkah untuk mengurangi produksi plastik baru, aditif kimia, dan langkah-langkah produksi yang lebih luas.
Dalam pernyataan tertulis, Kementerian Luar Negeri Brasil menyatakan mereka berusaha memfasilitasi pembicaraan yang terpolarisasi antara pihak yang percaya bahwa polusi plastik harus ditangani melalui pengelolaan limbah dan pihak yang berargumen untuk pembatasan langsung terhadap produksi plastik. “Secara umum, kelompok terakhir terlalu fokus pada fase produksi,” kata Kementerian Luar Negeri Brasil dalam catatan tersebut.
Diplomat yang diwawancarai oleh Climate Home mengatakan sikap negara tuan rumah COP30 belum jelas, terkadang mengemukakan pendapat yang berbeda dari satu hari ke hari berikutnya. Hal ini menciptakan kebingungan tentang arah yang diinginkan negara tersebut dalam negosiasi.
Seorang delegasi dari negara Afrika mengatakan perilaku Brasil tampaknya tidak menunjukkan komitmennya terhadap kesepakatan yang kuat untuk mengakhiri polusi plastik, melainkan lebih fokus pada lingkup yang lebih sempit terkait pengelolaan limbah. Posisi ini serupa dengan sikap perusahaan minyak besar yang tergabung dalam blok Negara-Negara yang Berpikiran Sama (LMC).
Menurut tiga anggota LMC, posisi Brasil baru-baru ini sejalan dengan posisi mereka. Seorang di antaranya mencatat bahwa negara-negara produsen minyak besar tidak perlu secara resmi bergabung dengan LMC untuk berbagi pandangan mereka, hal ini juga berlaku untuk Brasil.
Brasil Mendesak Alokasi Dana dan Tindakan Sukarela
Delegasi Brasil telah mengajukan tiga usulan yang tidak mencakup pembatasan produksi — termasuk pedoman untuk produksi produk plastik — dan mengaitkan semua tindakan dengan ketersediaan dana.
Dalam pernyataan tertulis yang dikirimkan ke Climate Home, Kementerian Luar Negeri Brasil menyatakan terdapat “ketidakbersediaan yang jelas dari banyak negara maju untuk mendukung negara-negara berkembang”, baik melalui bantuan keuangan maupun dukungan teknis.
“Pada dasarnya, [negara-negara maju] berusaha untuk secara luas membatasi negara-negara yang dapat menerima bentuk dukungan apa pun,” kata Kementerian Luar Negeri Brasil dalam pernyataan tersebut.
Beberapa diplomat mengatakan kepada Climate Home hal ini dapat diartikan sebagai taktik penundaan. Perjanjian PBB lainnya seperti Perjanjian Paris memungkinkan negara-negara untuk mengusulkan tindakan bersyarat, tergantung pada ketersediaan dana.
Brasil juga telah mempertahankan komitmen sukarela — pendekatan yang akan membuat perjanjian ini berlaku melalui serangkaian pedoman umum yang akan diimplementasikan di tingkat nasional. Produsen minyak di LMC juga mendukung pendekatan ini.
“Menjaga komitmen lingkungan dalam retorika Anda sambil mempertahankan langkah-langkah sukarela dalam negosiasi adalah sepenuhnya kontradiktif,” kata Manajer Kebijakan Publik WWF-Brasil, Michel Santos.
“Brasil dapat — dan harus — menjadi aktor utama dalam perjanjian ini, menunjukkan kepemimpinan yang nyata, dan menuntut perjanjian yang kuat dengan aturan dan proposal konkret untuk mengatasi krisis plastik.”
