IESR: Batas Atas Emisi Perdagangan Karbon PLTU Terlalu Tinggi
Ia pun menyarankan agar SPE diutamakan berasal dari pembangkit energi terbarukan guna menyelaraskan instrumen ini dengan upaya transisi energi. IESR mengusulkan agar SPE dilakukan untuk mengakselerasi instalasi PLTS atap oleh konsumen. Listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap dan diekspor ke jaringan bisa menjadi SPE, dan dipakai untuk offset karbon. Pendapatan dari penjualan SPE dapat meningkatkan daya tarik konsumen untuk memasang PLTS atap.
Bagi pelaku usaha yang lalai mengikuti perdagangan karbon akan diberikan peringatan tertulis dari Menteri ESDM dan diberikan alokasi PTBAE-PU untuk perdagangan karbon berikutnya sebesar 75%.
“Adanya sanksi pembatasan kuota yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pelaku usaha yang melanggar aturan merupakan bentuk nyata bahwa pemerintah berkomitmen perdagangan karbon sebagai instrumen untuk mengurangi emisi. Namun, dalam pelaksanaannya diperlukan pemantauan yang ketat,” jelas Farah Vianda, Koordinator Proyek Pembiayaan Berkelanjutan, Ekonomi Hijau IESR .
Pemerintah telah menetapkan nilai batas atas emisi kepada 99 unit PLTU batu bara dari 42 perusahaan yang akan menjadi peserta perdagangan karbon. Seluruhnya merepresentasikantotal kapasitas terpasang mencapai 33.569 MW. Nilai karbon yang diperdagangkan antar unit PLTU di dalam negeri harganya diperkirakan mulai dari US$ 2 hingga US$ 18 per ton.
“Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai harga karbon dapat segera diterbitkan untuk memberi kepastian aktivitas perdagangan karbon. Diharapkan harga karbon yang diterapkan tidak terlalu jauh dari rata-rata harga global,”imbuh Farah.