PLN Batasi Pemasangan PLTS Atap, Pelaku Usaha akan Laporkan ke Jokowi

Muhamad Fajar Riyandanu
21 Maret 2023, 16:49
plts atap
Katadata (Courtesy of Xurya)
PLTS atap di sebuah bangunan pabrik.

Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) berencana untuk melakukan audiensi dengan Presiden Joko Widodo sebagai respon atas kebijakan PLN yang terus membatasi pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap sebesar 15% dari total kapasitas listrik yang terpasang.

Para pelaku usaha PLTS atap menyebut langkah PLN melanggar Pasal 5 Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 26 tahun 2021 yang mengatur pemasangan PLTS atap disesuaikan dengan kapasitas maksimum.

Ketua AESI, Fabby Tumiwa, menyampaikan bahwa para pelaku usaha berencana mengirimkan surat kepada Kementerian Sekretariat Negara pada pekan ini.

Para pelaku usaha yang terlibat meliputi Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI), Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA), Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (Perplatsi) dan Asosiasi Pembangkit Surya Atap Bali (APSA).

Faby mengatakan bahwa PLN masih menerapkan kebijakan pembatasan instalasi PLTS atap meski regulasi yang berlaku saat ini memperbolehkan konsumen untuk memasang kapasitas paling tinggi 100% dari daya tersambung.

"Kami akan kirim surat pekan ini sehingga tinggal cek jadwal Pak Presiden. Segala bukti pembatasan itu sudah kami siapkan. Kami harap audiensi bisa terlaksana sebelum lebaran," kata Fabby saat ditemui di Des Indes Hotel Jakarta pada Selasa (21/3).

Fabby menilai, praktik pembatasan instalasi yang diberlakukan oleh PLN berdampak negatif pada minat calon konsumen PLTS atap. Sejauh ini, kapasitas terpasang PLTS atap baru menyentuh 70 MWp. Angka ini masih jauh dari rencana pemerintah soal pengembangan PLTS Atap dengan target sebesar 3,61 giga watt (GW) pada 2025.

"Semoga direksi PLN dan Kementerian Keuangan juga dipanggil untuk audiensi. Kami sudah kirim surat ke kedua tapi tidak direspon," ujar Fabby."Pembatasan instalasi PLTS atap di kisaran 10%-15% merugikan calon konsumen rumah tangga."

Alasannya, para calon konsumen yang hanya memiliki daya listrik 2.200-3.500 volt ampere (VA) hanya bisa memasang PLTS atap dengan daya 330-525 VA. Besaran ini dinilai tidak sebanding dengan harga pemasangan PLTS atap yang mencapai Rp 15 juta per Kwh.

Menurut Fabby, nominal tersebut kurang ekonomis jika dihitung dengan lama waktu pengembalian yang membutuhkan waktu di atas 10 tahun. "Saat ini skala kecil rumah tangga harus bayar di muka, minimal 2 kWh jadi Rp 30 juta," kata Fabby.

PT PLN pernah menyanggah narasi yang mengatakan perusahaan membatasi daya pemasangan PLTS atap hanya 15% dari total kapasitas listrik yang terpasang dari pelanggan rumah tangga maupun industri.

"Kami tidak pernah mengarahkan 10-15%, tetapi lebih bagaimana pemasangan untuk PLTS atap untuk konsumsi sendiri, bukan untuk ekspor ke PLN," kata Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR pada Senin (28/11).

Darmawan mengatakan, sejauh ini PLN masih terus menanggung kelebihan pasokan atau oversupply listrik yang dihasilkan dari sejumlah pembangkit baru bara, gas dan sumber energi baru dan terbarukan (EBT) yang diproduksi secara domestik.

Besaran daya listrik di Jawa dalam satu tahun ke depan akan masuk tambahan 6.800 megawatt (MW), sedangkan tambahan permintaan hanya 800 MW. Adapun di Sumatera selama tiga tahun sampai 2025, penambahan permintaan listrik 1,5 giga watt (GW) terlihat tak sebanding dengan penambahan kapasitas sebesar 5 GW. Sama halnya di Kalimantan dan Sulawesi bagian selatan.

Darmawan menjelaskan, kondisi oversupply listrik yang dialami oleh PLN menyebabkan perseroan tidak sanggup menyerap ekspor listrik dari kapasitas terpasang berlebih dari rumah tangga dan industri.

Lebih lanjut, ujar Darmawan, penyerapan listrik dari hasil ekspor rumah tangga dan industri berpotensi untuk mengerek beban subsidi dan kompensasi kelistrikan PLN di tahun berjalan. Alasannya untuk penyerapan listrik ekspor itu, PLN mesti mengeluarkan 10 sen per kilowatt hour (kWh).

"Saat ini kalau ada ekspor listrik dari penambahan PLTS atap ke sistem PLN yang kami sedang menghadapi kelebian pasokan ini akan ada penambahan beban bagi APBN subsidi dan kompensasi," ujar Darmawan.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...