Bos 3 Perusahaan Energi Ungkap Tantangan RI Capai Net Zero Emission
Pertinggi tiga perusahaan energi terkemuka di Indonesia mengungkap tantangan Indonesia capai tagret Net Zero Emission di 2060. Ketergantungan pada batu bara, serta kendala dalam regulasi dan kebijakan menjadi hambatan utama dalam upaya menuju energi berkelanjutan.
CEO Pertamina Power and New Renewable Energy, Dannif Danusaputro, mengatakan Indonesia memiliki sumber energi yang sangat besar. Namun sumber energi tersebut belum digunakan secara maksimal.
Dia mengatakan, Pertamina memiliki tanggung jawab besar untuk beralih ke bisnis energi berkelanjutan di tengah komitmen global untuk mencapai net zero emission. Namun demikian, masih ada sejumlah tantangan salah satunya adalah regulasi dan juga kebijakan berbagai pihak.
Untk mengatasi hal tersebut, dia mengatakan, Pertamina akan berkolaborasi berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan dalam menjalankan strategi berkelanjutan.
“Pertamina akan menjadi perusahaan energi yang memiliki nilai dan kontribusi yang signifikan,” ujar Dannif dalam Tripatra Sustainable Engineering Summit, yang bertajuk “Ushering the New Era: Dare to Change Tomorrow!” pada Jumat (13/10).
Sementara itu, Direktur Manajemen Risiko PT PLN Suroso Isnandar menegaskan pentingnya menjaga keamanan pasokan listrik selama transisi energi. Hal itu mengingat listrik adalah komoditas yang tidak dapat disimpan. Tantangan finansial juga muncul dalam konteks penggantian pembangkit listrik yang saat ini bergantung pada batu bara.
“Bagaimana menggantikan 32 ribu pembangkit listrik kita ini mau diapakan? Kalau kita enggak pakai batu bara mau pake apa?,” kata Suroso pada kesempatan yang sama.
Pesimistis Bisa Tercapai
Sementara itu, Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk, Hilmi Panigoro, mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mendukung target Indonesia menuju net zero emission. Namun, dia meragukan transisi energi tersebut bisa tercapai pada 2060.
"Apakah komitmen tersebut realistis untuk dicapai? Kita bisa berandai-andai bikin rencana, tapi kan rencananya harus jelas," ujarnya.
Menurut dia, sulit bagi Indonesia untuk mengganti pembangkit tenaga listrik yang ada dalam waktu 25 tahun. Apalagi dengan tarif energi terbarukan yang relatif lebih mahal.
"Kalau mau diganti dalam 25 tahun, itu gak realistis. Suplai ditekan, karena kalau kita mau energi terbarukan hari ini, PLN harus menaikkan tarif dua kali lipat," ujarnya.
President Director & CEO Tripatra, Roymond Naldi Rasfuldi, menyatakan Indonesia selalu dihadapkan tantangan dalam membangun berbagai industri. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar adalah kemampuan untuk memprioritaskan masalah yang harus dipecahkan terlebih dahulu.
"Kunci dari kita adalah kolaborasi untuk memecahkan hal yang sama.," ujarnya.