PLN Targetkan Pakai 100% Kendaraan Listrik Mulai 2024
PT PLN (Persero) akan menggunakan 100% kendaraan listrik untuk kegiatan operasional mulai akhir 2024. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan saat ini PLN mengoperasikan lebih dari 7.000 motor dan juga lebih dari 2.500 mobil untuk operasional.
"Ke depan di akhir 2024, kita sudah mencanangkan bahwa 100% akan menggunakan motor listrik,” ujar Darmawan dalam keterangan tertulis, Senin (30/10).
Darmawan mengatakan langkah ini dalam rangka mendukung Instruksi Presiden RI No 7 tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Kami ingin menunjukkan bahwa PLN the leader, memimpin akselerasi penggunaan kendaraan listrik begitu juga menyediakan infrastruktur pendukung EV yang terbaik di Indonesia," lanjut Darmawan.
Darmawan melanjutkan, transformasi ke kendaraan listrik berkontribusi besar dalam upaya mendukung transisi energi menuju Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Sebab kata Darmawan, 1 liter kendaraan bahan bakar minyak (BBM) menghasilkan emisi karbon sebesar 2.4 Kilogram (Kg) CO2e. Secara ekuivalen 1 liter BBM sama dengan 1.5 Kwh. Jika dibandingkan dengan listrik, maka emisinya hanya mencapai 1.3 Kg CO2e.
"Dengan kita beralih menggunakan kendaraan listrik saat ini maka secara otomatis telah membantu menurunkan Gas Rumah Kaca (GRK) hampir 50 persen," ujar Darmawan.
Selain mengurangi GRK, transisi ke kendaraan listrik juga sejalan dengan upaya kemandirian energi secara nasional. Saat ini, BBM sebagian besar diperoleh dengan cara mengimpor. Berbeda dengan energi listrik yang 100 persen diperoleh dan dikelola secara mandiri.
"Jadi transisi ke kendaraan listrik mengubah dari energi yang tadinya impor menjadi energi yang berbasis pada domestik dan mengubah energi kotor menjadi energi bersih," tandas Darmawan.
Kendala Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia
Institute for Essential Services Reform (IESR) menghimpun data adopsi kendaraan listrik di Indonesia yang meningkat beberapa tahun terakhir. Pada 2022 saja, jumlah kendaraan motor listrik (E2W) dan mobil listrik (E4W) masing-masing meningkat 5-4 kali lipat dibandingkan 2021.
Meski tumbuh pesat pada 2022, tim riset menyebut tingkat adopsi kendaraan listrik masih jauh dari Nationally Determined Contribution (NDC) atau komitmen negara di dalam Paris Agreement alias Perjanjian Paris untuk mengurangi emisi dari transportasi.
Ada beberapa kendala yang didapatkan dalam adopsi kendaraan listrik di Indonesia. Ini berdasarkan survei yang dihimpun oleh IESR.
Pertama, sulitnya menemui stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang dipilih 71,2% responden. Kedua, harga kendaraan listrik atau perawatan yang mahal juga menjadi perhatian 62% responden.
"Sebagian besar E2W berharga lebih dari Rp25 juta, sementara mayoritas sepeda motor yang dijual di Indonesia harganya kurang dari Rp 20 juta. Kesenjangan tersebut bahkan lebih terasa untuk E4W yang sebagian besar harganya lebih dari Rp600 juta, sementara mayoritas ICEV 4W dijual kurang dari Rp300 juta," tulis tim riset dalam laporannya.
Jarak berkendara yang terbatas menjadi alasan hambatan ketiga, dengan proporsi hingga 52%. Di urutan keempat, ada sulitnya pergantian baterai dan operasional lainnya yang dipilih 46,6% responden.
"Selain itu, durasi pengisian daya yang lama, performa yang rendah, dan jangkauan perjalanan kendaraan listrik yang terbatas juga dianggap sebagai hambatan," kata tim riset.
Tim juga melihat sisi lainnya, yakni persepsi konsumen dan kurangnya pemahaman tentang kendaraan listrik juga menghambat adopsi kendaraan itu sendiri.
Survei ini termuat dalam laporan IESR yang bertajuk Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023. IESR belum menjelaskan lebih lanjut terkait detil survei tersebut.