Target Pemerintah Pensiunkan PLTU 1,7 Gigawatt Dinilai Terlalu Kecil

Nadya Zahira
7 November 2023, 09:29
pltu,
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/pras.
Seekor kuda mencari makan dengan latar belakang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Sabtu (12/2/2022).

Pemerintah akan mmemensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar 1,7 Gigawatt (GW) dengan menggunakan dana kerja sama transisi yang adil (ETP). Hal itu tercantum dalam draf dokumen perencanaan dan kebijakan investasi komprehensif JETP.

Meski demikian, target pemerintah menjadi sorotan karena dianggap terlalu kecil. Kepala Program Riset dan Analisis untuk Transisi Bahan Bakar Fosil, Leo Roberts mengatakan target 1,7 GW untuk pensiun dini PLTU dalam dokumen CIPP JETP dianggap tidak cukup memadai. 

Apalagi, rencana itu lebih rendah dari target Presiden Joko Widodo yang akan melakukan pensiun dini PLTU sebesar 5,2 GW. Target Jokowi ini sebenarnya sudah tercantum dalam draf JETP tahun lalu.

Menurut Leo, agar sejalan dengan Kesepakatan Paris, pemerintah harus lebih banyak menutup PLTU. Dia mengatakan draf CIPP soal pengetatan pembangunan PLTU baru juga berpotensi mengganggu pengembangan energi terbarukan.

“Masih terdapat beberapa celah yang harus dibenahi dalam draf CIPP ini,” kata Leo melalui keterangan resmi, Selasa (7/11).

Sementara itu, Lead Analyst di Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), Lauri Myllyvirta menyayangkan proses JETP yang menjauh dari tujuan awalnya yaitu untuk memensiunkan PLTU batu bara.

Dia mengatakan ada sekitar 7,4 GW pembangkit yang sudah seharusnya dipensiunkan pada 2035 dengan asumsi umur natural (30 tahun). "Sayangnya, dokumen rencana CIPP tidak menunjukan penurunan dari tahun 2025 hingga 2035," kata Lauri.

Lauri mengatakan, dalam draf CIPP juga tidak memasukan target pembiayaan terkait emisi dari PLTU batu bara di Indonesia yang kekurangan alat pengontrol emisi udara. 

“Sayangnya terlalu banyak fokus yang diberikan untuk biomassa dan hydropower, seakan menyebabkan pembatasan pengembangan tenaga surya," kata dia.

Untuk itu, dia mengatakan bahwa tidak ada lagi alasan bagi pemerintah Indonesia untuk tidak dapat mengejar target 32 GW tenaga surya yang harus dipasang sebelum 2030. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menyayangkan penghapusan pensiun dini PLTU batu bara 5 GW karena ketidakjelasan sumber pendanaan.

IESR menilai penghapusan rencana pengakhiran operasional PLTU batu bara ini akan menyulitkan Indonesia untuk mencapai target net zero emission di 2050 dan meningkatkan bauran energi terbarukan setelah 2030.

“Ini membuat JETP Indonesia semakin jauh dari target Paris Agreement," kata Fabby.

Berdasarkan hasil kajian IESR pemerintah perlu mengakhiri kerja 8,6 GW PLTU pada 2030 untuk mencapai target puncak emisi sebelumnya sebesar 290 juta ton karbon dioksida.

Untuk itu, Fabby menyarankan pemerintah perlu melakukan dialog lanjutan dengan IPG untuk mengeksplorasi skema lain seperti blended finance (pendanaan campuran).

Sedangkan Kepala Sekretariat JETP Indonesia, Edo Mahendra, mengatakan rencana pensiun dini PLTU sebesar 5,2 GW masih ada dalam skenario JETP. Namun rencana tersebut terbagi menjadi dua yaitu progresif dan konservatif.

"Kenapa base-nya 1,7 GW? Karena kita ingin bikin rencana yang sesuai dengan apa yang ada di depan kita," ujarnya dalam Komunikasi Publik mengenai Draf Rencana Investasi JETP melalui daring, Jumat (3/11).

Reporter: Nadya Zahira

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...