CSO Nilai Rencana Investasi JETP Belum Serius Dukung Transisi Energi

Nadya Zahira
15 November 2023, 14:34
Aktivis dari Climate Rangers Jakarta dan 350 Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3/2023). Mereka menyerukan kepada pemerintah agar setelah terbentuknya Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JE
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz
Aktivis dari Climate Rangers Jakarta dan 350 Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (17/3/2023). Mereka menyerukan kepada pemerintah agar setelah terbentuknya Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) menjadi langkah bersama untuk menuju energi terbarukan dan bukan mengarah ke penggunaan energi fosil.

Koalisi Civil Society Organization (CSO) menilai rancangan rencana investasi dan kebijakan komprehensif (comprehensive investment and policy plan/CIPP) kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP) masih belum serius dan setengah hati berpihak pada upaya transisi energi yang berkeadilan. 

Hal tersebut lantaran minimnya target pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam draf rencana CIPP JETP sehingga berpotensi memperlambat reformasi sistem energi Indonesia menjadi lebih hijau guna mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060.

Direktur Eksekutif dan Ekonom CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan, dokumen CIPP JETP masih cukup kontradiktif. Target bauran energi terbarukan dalam CIPP cukup ambisius, yakni mencapai 44% pada 2030. Namun, hanya dua PLTU yang masuk daftar pensiun dini dalam skema ini, yaitu PLTU Pelabuhan Ratu dan PLTU Cirebon.

Bhima mengatakan, sebagian PLTU yang masuk pensiun dini yakni PLTU Cirebon-1, sebenarnya sudah masuk dalam skema energy transition mechanism (ETM) atau mekanisme transisi energi. Jadi, pemerintah seolah-olah tidak ada niatan untuk benar-benar melakukan penutupan PLTU batu bara. 

“JETP menjadi tidak jelas, awalnya mau pensiun PLTU batu bara justru tidak dilakukan dengan serius,” ujar Bhima melalui keterangan resmi, Rabu (15/11). 

Sementara itu, Direktur Program Transisi Bersih Harryadin Mahardika mengatakan, hal yang sama juga pernah dilakukan Indonesia. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang diterbitkan pada 2014, Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan 23% pada 2023 dan 31% pada 2050. 

Namun demikian, pada saat yang sama, Indonesia juga memulai program 35 Gigawatt (GW) yang mayoritas adalah PLTU batu bara. Penambahan PLTU akhirnya justru menggerus ruang pengembangan energi terbarukan, sehingga target bauran energi hijau tidak tercapai.

“Dalam dokumen CIPP, PLTU captive tidak dimasukkan. Padahal, pertumbuhannya sangat tinggi dari 1,3 GW pada 2013 menjadi 10,8 GW pada 2023, dan masih terus bertambah," ujar Harryadin. 

Halaman:
Reporter: Nadya Zahira
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...