Peneliti Nilai Bioenergi Jadi 'Solusi Palsu’ dalam Transisi Energi

Rena Laila Wuri
11 Januari 2024, 08:58
Pekerja memeriksa kualitas pohon kaliandra yang telah dipanen dari Hutan Taman Energi Cirata, Bendungan Cirata, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (10/8/2023).
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/Spt.
Pekerja memeriksa kualitas pohon kaliandra yang telah dipanen dari Hutan Taman Energi Cirata, Bendungan Cirata, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (10/8/2023).

Selain itu, memenuhi kebutuhan biomassa untuk co-firing juga memerlukan produksi dari hutan tanaman energi (HTE) yang memerlukan pembukaan hutan alam.

Di sisi lain, pemerintah menargetkan 10 persen co-firing di 52 PLTU yang ditargetkan pemerintah. Itu berarti, dibutuhkan 10,2 juta ton biomassa sebagai campuran batu bara.

Untuk memenuhi target tersebut, dibutuhkan lebih dari 6 juta hektare HTE yang pasti akan membabat hutan alam. Selain mengeluarkan emisi, pembukaan hutan lahan juga memengaruhi kehidupan masyarakat adat atau warga sekitar.

Amel menuturkan terdapat juga masyrakat adat menjadi korban dalam pembebasan lahan di Pulau Siberut Mentawai. Ia mengatakan, pembangunan 3 PLTBm di Pulau Siberut, Mentawai, mengakibatkan deforestasi terhadap hutan adat, perubahan corak produksi masyarakat adat dan mengancam ketahanan pangan, serta budaya lokal.

Saat ini, masih ada izin HTE seluas 19 ribu hektare yang sebagian besarnya masih berupa hutan alam. Praktik co-firing  pada PLTU Indramayu 1 juga justru memperpanjang dampak negatif yang dialami warga.

Amel mengatakan banyak lahan sawah dan perkebunan rusak hingga hasil laut semakin berkurang. Selain itu, gangguan pernapasan dan penglihatan akibat asap PLTU menyerang masyarakat sekitar.

Halaman:
Reporter: Rena Laila Wuri
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...