Ekspor Biodiesel ke Eropa Anjlok 70%, Bagaimana Prospeknya Tahun Ini?
Ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa turun 70 persen setelah kawasan tersebut mengumumkan akan menerapkan Undang-undang anti deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR). Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Edi Wibowo, mengatakan ekspor biodiesel kemungkinan masih di bawah target tahun ini.
Namun, dia optimistis jika ekspor biodiesel tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan 2023.
"Capaiannya mungkin meningkat dikit dari thaun sebelumnya. Mungkin dari target hampir 1 juta kl misalnya, kita realisasi kemarin kan hanya 300 ribuan kl, mungkin tahun ini bisa 300-400 ribu kl," ujarnya saat membuka Seminar Tantangan Industri Bioenergi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia, Selasa (27/2).
Dia mengatakan, penerapan kebijakan EUDR menyebabkan ekspor biodiesel Indonesia, terutama dari sawit, dikenakan pajak tambahan sekitar 15-20 persen. Hal ini menyebabkan daya saing produk Indonesia menjadi turun dan ekspornya anjlok 70 persen.
Namun, Edi mengatakan, produk biodisel Indonesia sebenarnya diutamakan untuk konsumsi dalam negeri. Dengan demikian, pemerintah akan menggenjot penggunaan biodiesel di dalam negeri.
Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian , Setia Diarta, mengatakan kebijakan EUDR pada produk biodiesel Indonesia sebenarnya baru akan diberlakukan tahun depan. Namun, dampaknya sudah terjadi pada penurunan ekspor dari 2022-2023.
Dia mengatakan, isu kebijakan tersebut berkembang dan membuat importir menjadi lebih hati-hati. Selain itu, penurunan ekspor juga disebabkan adaya penurunan harga komoditas.
"Ketika mau diterapkan EUDR, orang menjadi was-was," ujarnya.
Kampanye Negatif Biodiesel
Sementara itu, Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Jisman P. Hutajulu, mengatakan tidak semua masyarakat menerima biodiesel dengan baik karena ada kekhawatiran dampak lingkungan. Biodiesel disebut berpotensi merusak ekosistem, mempengaruhi biodiversitas, dan masalah keberlanjutan.
Jisman mengatakan, hal itu dimanfaatkan Uni Eropa untuk melancarkan kampanye negatif dan mendiskriminasikan produk biodiesel Indonesia.
"Uni Eropa dengan berbagai cara mencoba mendiskriminasikan produk biofuel Indonesia, antara lain melalui negatif campaign RED (Renewable Energy Directive)," kata Jisman.